Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Kondisi ekonomi yang terus memburuk akibat pelemahan nilai tukar rupiah memaksa PT Total Bangun Persada Tbk harus mengubah strategi bisnisnya. Perusahaan jasa konstruksi itu akhirnya memilih untuk mengubah kriteria proyek yang dibidik.
Direktur Keuangan PT Total Bangun Persada Tbk Moeljati Soetrisno menuturkan, tahun depan, perusahaan akan fokus pada proyek bernilai besar. Konsekuensinya, "Jumlah proyeknya akan turun karena nilai proyek yang dicari di atas Rp 500 miliar," jelasnya kepada KONTAN, Jumat (6/12).
Moeljati bilang, keputusan untuk fokus pada proyek bernilai besar lantaran perusahaan ingin memperkokoh citra sebagai perusahaan konstruksi spesialis high rise building. Tak hanya itu, perusahaan berkode emiten TOTL ini juga akan lebih selektif dalam memilih mitra bisnisnya. Moeljati bilang Total Bangun Persada hanya akan bekerjasama dengan perusahaan yang sudah terpercaya dan memiliki kinerja keuangan terjamin.
Moeljati bilang, pada tahun depan TOTL sudah mengincar empat proyek perkantoran bernilai besar. Untuk menggarap proyek tersebut, perusahaan akan menggandeng mitra dengan skema usaha patungan (joint venture).
Menurut Moeljati, dari empat proyek besar yang sudah dibidik perusahaan, tiga di antaranya dipersiapkan untuk digarap bersama dengan investor asal Jepang dengan porsi 30% dan 70%. Sayangnya, ia masih enggan membeberkan proyek apa yang tengah dibidik dan siapa mitra bisnis yang akan digandeng.
Yang jelas, ia bilang empat proyek besar yang dibidik TOTL berada di kawasan Jakarta. Saat ini, kata Moeljati empat proyek tersebut masih dalam proses tender.
Tahun depan, TOTL mengaku tak terlalu berminat untuk membidik proyek milik pemerintah. Menurut Moeljati, perusahaan hanya menargetkan porsi proyek pemerintah sekitar 10% dari total nilai proyek yang diincar perusahaan tahun depan yang mencapai Rp 5,4 triliun.
Pasalnya, TOTL tak ingin mengambil risiko pembayaran proyek pemerintah yang tersendat-sendat seperti pengalaman yang terjadi saat ini. "Pemerintah itu unik, penganggarannya tergantung ketok anggaran, jadi tidak setiap bulan ada kemajuan. Nah, kalau swasta, kami tiap bulan bisa minta (tagihan pembayaran)," urainya.
Moeljati mencontohkan, selama tahun 2013, perusahaan harus menghadapi pembayaran proyek pemerintah yang tersendat. Namun ia bersyukur meski di kuartal III pemasukan proyek pemerintah agak sedikit macet, tetapi di kuartal IV terjadi pelunasan pembayaran.
Kendati rupiah melemah namun TOTL tak merevisi kontraknya. Moeljati bilang perusahaan tak bisa melakukan eskalasi nilai kontrak lantaran sejak awal kontraksudah diatur tanpa revisi.
Tapi Moeljati bilang, TOTL bisa mengatasi persoalan ini lantaran perusahaan memiliki cadangan dari hasil pembayaran kontrak dollar untuk pembelian material impor. Nah, untuk kontrak baru TOTL sudah menyiapkan strategi dengan mematok nilai kurs standar Rp 12.000 dan kebebasan eskalasi kontrak ketika terjadi kejadian luar biasa. Strategi lainnya, tahun depan perusahaan juga membuka diri dengan kontrak bernilai dollar untuk proyek dengan banyak material impor.
Catatan saja, hingga pertengahan November 2013 TOTL sudah mengantongi kontrak sekitar Rp 1, 61 triliun atau sekitar 76,8% dari target tahun ini sebesar Rp 2,1 triliun. Adapun proyek yang diraih sepanjang 2013 antara lain Binus Alam Sutra, The Breeze BSD City, Menara BRI di BSD, dan Hotel Neo Simatupang. Selain itu, TOTL mendapatkan kontrak untuk Pabrik Indokordsa di Citereup-Bogor, Green Office Park Serpong, VIlla Lagoi-Bintan, Hotel Saripetojo Solo, Graha Beta Benhil, Danamon Tower, The Tower, dan Asahi Indofood.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News