Reporter: Merlinda Riska | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Pengelola menara telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, semakin ekspansif. Emiten berkode saham TBIG ini membidik peluang akuisisi lebih banyak menara telekomunikasi pada tahun ini.
Direktur Keuangan Tower Bersama, Helmy Yusman Santoso, menyatakan TBIG memiliki pendanaan yang kuat untuk melakukan aksi anorganik atau akuisisi menara telekomunikasi. "Sampai saat ini, kami masih wait and see dengan peluang itu," ungkap dia ke KONTAN, Rabu (22/5).
Kabar terbaru, Tower Bersama disebut-sebut mengincar menara telekomunikasi milik PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Ini merupakan anak usaha perusahaan telekomunikasi terbesar nasional, yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). "Saya rasa, tak hanya kami yang tertarik dengan Mitratel. Semua perusahaan yang bergerak di industri ini pun punya minat ke sana," tandas Helmy Yusman.
Apabila Telkom telah menyiapkan skema yang jelas mengenai pelepasan Mitratel, baik itu akuisisi maupun merger, Tower Bersama menyatakan siap untuk mengikuti proses tersebut. Yang jelas, manajemen Tower Bersama menyerahkannya ke pihak Telkom, apakah akan mengadakan beauty contest atau tender. "Namun, sejauh ini, belum ada pembicaraan secara formal," ungkap Helmy.
Apabila Telkom secara resmi membuka penawaran, pengelola TBIG optimistis bisa bekerjasama dengan Telkom. Helmy merujuk pada tender menara Indosat yang telah berhasil dimenangi TBIG. "Apalagi saat ini, kami didukung dengan pendanaan yang sangat kuat," ujar dia.
Tower Bersama memiliki fasilitas pinjaman sekitar US$ 210 juta dan surat utang global (global notes) senilai US$ 300 juta. Menurut Helmy, dana ini sangat prospektif untuk bisa digunakan sebagai modal untuk akuisisi menara.
Selain Mitratel, TBIG sebelumnya melirik menara milik operator telekomunikasi PT XL Axiata Tbk. Seperti diketahui, XL berniat menjual 7.000 menara. Namun hingga kini belum ada kecocokan harga.
Meski melirik semua peluang, Tower Bersama Infrastructure mengaku tidak asal pilih. Hal yang paling penting yang menjadi pertimbangan manajemen adalah lokasi menara dan harga penawaran. "Karena kami harus memperhitungkan apakah harga jual yang kami investasikan mampu memberi profit atau tidak," kata Helmy.
Oleh karena itu, pengelola TBIG akan memilih lokasi menara di daerah yang gemuk, seperti Jawa dan Sumatra. Sebab, harga sewa menara sangat bergantung dari lokasi, ketinggian menara, dan service listrik. Jika lokasi menara tidak terlalu strategis, menara akan semakin tinggi dan service listrik perlu suplai genset tambahan, sehingga harga sewa menjadi terlalu mahal. "Maka itu, portofolio menara kami sampai kini 65% berada di wilayah Jawa dan Sumatra," ucap dia.
Tapi, Helmy enggan mengungkapkan berapa banyak menara yang akan menjadi target akuisisi TBIG. Untuk kinerja kuartal kedua tahun ini, TBIG yakin masih sesuai target. Apalagi, keuntungan penyewaan menara masih bertumbuh. Sebab, operator menyewa untuk 10 tahun dengan pembayaran setahun sekali atau per tiga bulan.
Pada kuartal pertama tahun ini, Tower Bersama berhasil menambah jumlah penyewa menara (tenant) sebanyak 650 tenant baru.
Hingga kuartal I-2013, Tower Bersama memiliki 14.319 penyewaan dan 8.810 site telekomunikasi. Adapun jumlah total penyewaan pada menara telekomunikasi TBIG sebanyak 12.935 dengan rasio kolokasi sebesar 1,74.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News