kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tower Bersama siap mengakuisisi menara XL


Kamis, 10 Juli 2014 / 07:11 WIB
Tower Bersama siap mengakuisisi menara XL
ILUSTRASI. Berlaku Tahun Ini, DJPK Akan Konsultasi dengan DPR Bahas Aturan Dana Bagi Hasil Sawit. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/aww.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina

JAKARTA. Impian PT Tower Bersama Infrastructure Tbk menambah koleksi menara dengan cara mengakuisisi menara lama, semakin mendekati kenyataan. Perusahaan ini menyatakan telah mengantongi undangan resmi dari PT XL Axiata Tbk untuk mengikuti tender 8.000 menara.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, perusahaan berkode TBIG di Bursa Efek Indonesia ini tengah berupaya melengkapi persyaratan dari XL Axiata. Tower menargetkan proposal mengikuti tender rampung pekan ini.

"Kami sangat berminat ikut dalam lelang sehingga kami akan memenuhi persyaratan dari XL dengan sebaik-baiknya," kata Direktur Utama Tower Bersama Infrastructure Herman Setya Budi kepada KONTAN, Selasa (8/7).

Antusiasme Tower mengikuti tender bukannya tanpa pertimbangan. Hitungan Tower, mengakuisisi menara lama lebih menguntungkan karena sudah memiliki penyewa alias tenant. Alhasil pemilik menara baru tinggal menikmati pendapatan berulang atau recurring income saja.

Berbeda jika Tower harus membangun menara baru. Selain pembangunan menara membutuhkan waktu, perusahaan ini juga masih harus mencari penyewa.

Namun memang, nilai investasi mengakuisisi menara lama lebih mahal ketimbang membangun menara baru. "Mengakuisisi menara lebih mahal, tapi lebih efisien karena sudah ada tenant dan tak perlu waktu banyak untuk menunggu pembangunan selesai," terang Herman .

Sebagai gambaran, nilai investasi untuk membangun satu menara adalah Rp 1 miliar–Rp 1,2 miliar. Sementara pada 2012, TBIG mengucurkan dana hingga US$ 406 juta untuk membeli 2.500 menara PT Indosat Tbk.

Mengintip data Bloomberg, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sepanjang 2012 di pasar spot, adalah Rp 9.387. Dengan asumsi ini, berarti harga pembelian satu menara tersebut kala itu, setara dengan Rp 1,52 miliar. Jadi, biaya membeli menara lama lebih mahal Rp 300 juta - Rp 500 juta dari harga membangun menara baru.

Tiga sumber pendanaan

Meski harus merogoh kocek lebih dalam, rupanya Tower tak khawatir soal pendanaan. Perusahaan ini mengaku telah menyiapkan tiga sumber pendanaan untuk memuluskan aksi korporasi ini.

Pertama, Tower masih memiliki fasilitas debt progam yang belum ditarik senilai US$ 1 miliar. Ini adalah bagian dari total debt program US$ 2 miliar dari sindikasi 25 bank.

Kedua, perusahaan ini berniat menggelar penawaran umum obligasi berkelanjutan tahap II dengan nilai emisi sekitar Rp 500 miliar–Rp 1 triliun. Kalau tak meleset, Tower akan menawarkan utang ini di kuartal III 2014.

Ketiga, Tower berencana menerbitkan obligasi global sebesar US$ 500 juta.

Lalu, perlu Anda ketahui, menara XL Axiata bukan satu-satunya yang diincar. Perusahaan ini juga berhasrat memiliki menara milik PT Daya Mitra Telekomunikasi (Mitratel), anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk alias Telkom.

Malah, Tower terang-terangan mengaku tak masalah tentang kemungkinan perusahaan ini menjadi mitra backdoor listing Mitratel. Seperti Anda ketahui, Telkom akan memutuskan pilihan aksi korporasi untuk Mitratel di kuartal III ini. Pilihannya,  antara initial public offering (IPO) atau backdoor listing.

Pada akhir 2013, tercatat Tower TBIG memiliki 10.134 menara dan 16.577 tenant. Tahun ini, perusahaan ini menargetkan menambah 3.000-3.500 tenant. Dengan target tambahan tenant sebanyak itu, perusahaan ini menaksir harus menambah 1.500-2.310 unit menara lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×