Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lantunan lagu mandarin bersaut dengan lagu dangdut nyaring menyambut pengunjung yang datang ke Glodok Plaza, di bilangan Jalan Pinangsia Raya, Jakarta Barat.
Tak sedikit yang bilang, Glodok tengah sekarat. Hal itu dipicu banyak sebab perubahan pola konsumsi masyarakat, di mana penetrasi bisnis online bisa jadi satu dari sekian alasannya.
Kala KONTAN mengunjungi Glodok Plaza pada Sabtu (7/7), nyaringnya bunyi lagu yang keluar dari deretan toko audio system di Ground Floor tak bisa menutupi sepinya pengunjung. Kala itu, waktu telah menunjukkan pukul 12 siang.
Di lantai itu, ada rupa-rupa penjual barang-barang elektronik, utamanya ialah alat musik dengan audio system-nya serta CCTV dan security system lainnya. Di dua lantai di atasnya, kondisi bertambah sepi, itu karena didominasi toko yang tak buka kala itu.
Untuk barang elektronik lainnya seperti TV dan Kulkas, banyak terjaja di kompleks pertokoan sekitar Glodok Plaza. Keadaannya tak jauh beda, tak banyak yang mengunjungi.
Lalu, bagaimana roda bisnis di sekitaran Glodok Plaza itu bisa bergulir?
Menurut Hendy, pengelola Wim, salah satu toko elektronik di kompleks pertokoan Glodok Plaza, kondisi itu hampir dialami setiap hari. Tak hanya ketika weekend. Namun, Hendy menyebut, ramai dan sepinya aktivitas jual-beli di sini bersifat layaknya “siluman”.
Bukan tanpa alasan Hendy berkata demikian. Pasalnya, hampir semua toko-toko di sana sudah memiliki pelanggan tetap.
Jadi, transaksi seringkali dilakukan hanya melalui pemesanan via telfon, sehingga si pembeli tak hadir secara fisik. Dengan kata lain, meski secara fisik pengunjung tak terlihat padat, namun transaksi tetap berjalan.
“Kita memang mengandalkan pelanggan. Jadi, yang beli seringkali cuman via telfon. Kalau di sini nggak punya langganan, bisa mati kutu,” ujar pria yang sudah 18 tahun menggeluti bisnis ini.
Bagi Hendy selaku pengelola toko yang barang dagangannya didominasi oleh TV ini, asalkan bisa menjaga pelayanan dan kepercayaan pelanggan, bisnisnya akan tetap terasa aman.
Sekali pun kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terlihat tengah menjadi ancaman perekonomian. Meski kala itu kurs rupiah terhadap dollar AS ada dikisaran 14.409, namun bagi Hendy, kondisi itu tak berdampak signifikan.
”Soal pelemahan rupiah sih udah basi ya. Kalau pun ngaruh, paling secara umum ke animo masyarakat. Kalau ke barang sama harga nggak lah. Kita normal aja, menyesuaikan bagaimana harga modalnya,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Aliong, pengelola Rotel, salah satu toko audio di dalam Glodok Plaza. Menurutnya, hingga saat ini, kurs rupiah belum menunjukkan pengaruhnya, baik terhadap konsumen, barang maupun harga.
“Rupiah apaan, enggak ngaruh, sama aja. Masih tetap harga lama. Harga jual masih sesuai waktu kita beli. Kalau dinaikin ngikutin kurs, ada yang beli nggak?,” terangnya diselingi tawa.
Lain hal nya dengan Jejen Jisung. Mengelola dagangan CCTV dan berbagai security system, Jejen memiliki kekhawatiran terhadap kurs rupiah yang tak menentu. Meski mengaku belum merasakan dampaknya secara signifikan, namun ia sudah mengambil ancang-ancang.
Kepada para konsumennya, Jejen memberikan penjelasan. ”Kita terangin. Jadi bisa dapat harga lama cuman buat kali ini aja, ke sono nya udah naik lagi, menyesuaikan lah. Kita memang harus jelasin, biar konsumennya nggak kabur,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News