Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) berencana membangun pabrik biofuel generasi kedua di Sumatera Utara yang ditargetkan selesai pada tahun 2027 mendatang.
Ananto Wardono, Direktur Green Energy Development Tripatra, menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan mendasar antara biofuel generasi pertama, kedua, dan ketiga.
“Untuk first generation basically dia menggunakan material yang masih kombinasi dengan food. Contohnya misalkan soybean oil, corn oil, kemudian ada crude palm oil atau CPO. Karena CPO digunakan untuk minyak goreng. Nah kalau digunakan untuk fuel (bahan bakar), jadinya minyak goreng langka karena ada kompetisi penggunaannya,” ungkap Ananto saat ditemui Kontan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (19/06).
Sedangkan biofuel generasi kedua berasal dari aliran limbah atau waste stream, seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit dalam industri kelapa sawit.
Baca Juga: Tripatra Gandeng Pupuk Kaltim Kerja Sama Revamping Pabrik Amonia-2
“Second generation basically, fuel yang kita gunakan itu dari waste stream. Contohnya misalkan adalah POME. Ini masuk dalam kategori agricultural waste,” tambahnya.
Untuk biofuel generasi ketiga, bahan dasarnya berasal dari alga, namun teknologi yang mendukungnya belum kompetitif.
“Third generation tadi misalkan dengan menggunakan alga. Tapi kalo secara teknologinya so far yang kompetitif adalah dari second generation tadi,” ungkapnya.
Tripatra melihat potensi besar dari Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia yang otomatis menghasilkan limbah yang bisa digunakan untuk biofuel generasi kedua.
"Indonesia kaya akan kelapa sawit. Kami menggunakan waste dari kelapa sawit sebagai feedstock, bukan CPO-nya, tetapi limbahnya," kata Ananto.
Baca Juga: Tripatra Garap Proyek EPC Pembaruan Pabrik Amonia-2 Pupuk Kaltim
Dengan biofuel generasi kedua, bisa tercipta Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau Minyak Nabati Lurus (SVO).
Untuk kapasitas pabrik biofuel generasi kedua ini, Ananto mengatakan kapasitasnya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan Pertamina, hanya sekitar seperlimanya saja.
"Kapasitas kami skala kecil, berbeda dengan Pertamina yang berskala besar. Kami menggunakan modular sesuai dengan kondisi kepulauan. Jadi, kami membangun pabrik dekat dengan pemasok feedstock, mengidentifikasi area yang memiliki banyak pemasok feedstock, dan membangun pabrik di sana," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News