Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sukriyanto menegaskan, kemampuan perusahaan untuk mengembangkan bisnis di tengah Covid-19 menjadi bukti bahwa kebijakan restrukturisasi terhadap TubanPetro merupakan langkah tepat. Kini, TubanPetro konsisten melakukan perluasan kapasitas produksi di anak usaha.
Perusahaan optimistis bisnis petrokimia ke depan akan tetap cerah. Apalagi di tengah Covid-19, berbagai produk alat kesehatan yang notabene memerlukan berbagai bahan baku dari petrokimia, dari sisi permintaan dan kebutuhan industri terus tumbuh. Seperti kebutuhan untuk produk alat kesehatan, obat-obatan, hingga masker medis.
“Kebutuhan terhadap produk petrokimia di tengah Covid-19 tidak berkurang. Di berbagai anak usaha, penjualan produk petrokimia kami juga tidak mengalami koreksi signifikan. Bahkan proyek penugasan untuk memperbesar produk paraxylene di TPPI terus berjalan,” tegas Sukriyanto dalam keterangannya, Kamis (28/5).
Kalau pun ada koreksi terhadap bisnis petrokimia, kata Sukriyanto, lebih dikarenakan nilai tukar dollar yang mengalami naik turun. Sementara dari sisi produksi, tetap berjalan seperti biasa. Karena itu, berbagai target bisnis hingga akhir tahun pun optimistis akan tetap tercapai meskipun akibat Covid-19 terjadi penghematan.
Namun Sukriyanto memastikan, penghematan itu untuk sektor-sektor yang tidak terkait langsung dengan produksi. “Untuk kapasitas produksi di anak usaha, tidak ada pengurangan sama sekali,” tegas Sukriyanto.
Baca Juga: TubanPetro menyepakati perjanjian pembelian saham dengan Pertamina
Sukriyanto melanjutkan, saat ini telah dilakukan peningkatan kapasitas produksi polypropylene salah satu anak usaha TubanPetro, yakni PT Polytama Propindo (Polytama).
Pabrik Polytama yang sebelumnya memproduksi 240 ribu metrik ton per tahun, kini dapat memproduksi 300 ribu metrik ton per tahun.
Ke depan, akan dibangun pula pabrik penghasil polypropylene kedua yang menggandakan kapasitas produksi saat ini, mengingat permintaan domestik atas polypropylene yang masih sangat tinggi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono sebelumnya menyampaikan industri manufaktur dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik.
Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak tersedia di dalam negeri. Kata Fajar, jika kilang TPPI memproduksi aromatik, maka akan mampu subtitusi impor senilai US$2 miliar per tahun yang ujungnya menyehatkan keuangan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News