Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan industri pertelevisian dalam negeri semakin ketat. Baik dalam segi bisnis maupun program. Kondisi ini turut membuat Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) semakin jauh tertinggal.
Apni Jaya Putra, Direktur Program dan Berita TVRI mengatakan, hal ini wajar karena bisnis ini sangat bergantung dari selera masyarakat. “TV swasta role-nya memang begitu. Cari rating, cari untung. Itu adalah bisnis yang normal,” ucapnya kepada Kontan.co.id, Senin (9/7).
Namun, Apni menegaskan TVRI tidak ingin mengikuti arus industri TV swasta tersebut. Sebab, stakeholder televisi Publik bagi TVRI adalah negara dan publik itu sendiri. Keduanya berperan untuk membesarkan TVRI.
Negara melalui politik anggaran, dan publik lewat kesadaran dan partisipasinya. Saat ini, negara menjadi memegang porsi yang dominan bagi pendanaan TVRI. Sebab, sekitar 80% dana TVRI bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Apni, dana yang dikucurkan pemerintah masih tergolong kecil, dan tidak ideal untuk membesarkan televisi publik. “Pada tahun 2017, APBN kita Rp 835 miliar. Anggaran seperti ini seperti tidak berkeinginan untuk membesarkan TV publik. Saat rapat dengan Komisi I DPR RI, kita pun telah meminta kenaikan anggaran, sehingga budget kami bisa menjadi Rp. 2 triliun,” jelasnya.
Padahal, dalam pola industri, setidaknya butuh Rp 3 triliun-Rp 5 triliun untuk dapat memuaskan penonton. Terlebih, TVRI tidak bisa berbisnis seperti stasiun televisi swasta.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada LPP TVRI, menjadi pembatasnya. Sehingga TVRI tidak boleh terlalu komersial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News