Reporter: Agung Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketergantungan industri di Indonesia terhadap bahan baku impor dapat menjadi hambatan jika ada kendala terhadap pemasok dari luar negeri. Contohnya saat wabah virus corona kali ini, beberapa pasokan bahan baku industri asal China berpotensi terhambat masuk ke Indonesia.
Maka itu, substitusi barang impor adalah hal yang harus segera diwujudkan. Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan industri lokal sebenarnya selalu bisa melakukan subtitusi impor.
Baca Juga: Virus corona makin mengancam, pemerintah terus pantau dampak ke perekonomian
Selama produknya sesuai dengan kebutuhan pasar dari segi harga, kualitas maupun kecepatan pengiriman. Namun kata Shinta, masalahnya sekarang apakah pasar menganggap produk subtitusi dari produsen dalam negeri atau produsen negara lain cukup untuk masuk kriteria konsumsi mereka atau tidak.
"Impor dari China sendiri umumnya sulit disubstitusi karena masalah daya saing harga dan volume supply-nya yang besar. Belum tentu di level nasional atau dari negara lain bisa memberikan suplai produk yang sama dengan volume yang sama besar atau harga yang sama kompetitifnya dengan China," urai Shinta kepada Kontan.co.id, Senin (10/2).
China, diakui Shinta, dalam hal ini diuntungkan oleh produktivitas dan skala ekonominya yang sangat besar. Hal ini menjadi keunggulan yang sulit diimbangi oleh negara lain, termasuk oleh Indonesia karena produktivitas dalam negeri masih di bawah China.
Meski demikian, sisi baiknya, Shinta mengatakan belum terlambat untuk mendorong substitusi tersebut. "Selalu ada peluang subtitusi asal dari dalam negeri memperbaiki daya saing atas produktivitas produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri," terangnya.
Baca Juga: Kemenkes pastikan belum ada kasus terinfeksi virus corona di Indonesia, ini alasannya
Sementara itu sektor industri farmasi diketahui lebih dari 90% pasokan bahan baku berasal dari impor. Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Darodjatun Sanusi mengatakan sekitar 60%-63% pasokan tersebut berasal dari China.
Mewabahnya corona jelas membawa dampak bagi suplai bahan baku obat dari China ke Indonesia. Darodjatun menyebutkan kendala yang mulai dirasakan pelaku industri farmasi ialah soal ketidakpastian harga, karena banyak raw material yang mengalami kenaikan.
"Beberapa bahan baku ada yang naik 50%-100%, padahal di awal tahun masih normal," terangnya kepada Kontan.co.id, Senin (10/2). Selain itu kendala lainnya negosiasi pembelian yang waktunya kian memendek sehingga membuat ketidakpastian dari sisi ketersediaan stok barang.
Baca Juga: Meski belum terdampak, perbankan tetap waspadai virus corona
Memang ada alternatif lain seperti negara India sebagai pemasok bahan baku obat, hanya saja porsinya bagi impor raw material farmasi Indonesia masih sekitar 20%. Adapun mengenai subtitusi impor, menurut Darodjatun, belum banyak yang melakukannya.
Meski sudah ada beberapa insentif yang ditawarkan pemerintah, namun menurut Darodjatun hal tersebut belum membuat pengusaha tertarik. "Banyak yang tidak tertarik, buktinya tidak ada sampai yang berbondong-bondong (investasi bahan baku)," katanya.
Belum lagi saat ini perusahaan farmasi dihadapkan dengan cash flow dari program BPJS yang sering menunggak.
Sedangkan Adhi Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan pihaknya secara prinsip mendukung substitusi impor.
"Kami setuju terkait kemandirian dan kecukupan, maka perlu di bahas serius untuk langkah kedepannay dan perlu koordinasi banyak pihak," ujarnya.
Sektor makanan minuman sendiri juga tak terlepas dari impor bahan baku, seperti kebutuhan gula untuk sektor konsumsi saja masih diperoleh dari impor karena keterbatasan produksi dalam negeri.
Baca Juga: Presiden Xi: China akan memenangkan pertempuran melawan wabah virus corona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News