Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bio Farma (Persero) tengah disibukkan dengan wabah difteri yang baru-baru ini terjadi. Produsen vaksin yang berpusat di Bandung, Jawa Barat tersebut harus kerja ekstra meningkatkan produksi vaksin untuk kebutuhan domestik.
Nurlaela Arief, Head of Corporate Communications PT Bio Farma (Persero) mengatakan saat ini pihaknya memang fokus untuk pemenuhan vaksin program Outbreak Response Immunization (ORI) dan program imunisasi nasional.
"Selama ini kami punya kapasitas yang cukup besar, jadi sisa kapasitas dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan pasar global," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (15/1).
Adapun kapasitas produksi vaksin Bio Farma, dari yang dipaparkan Nurlaela, adalah sekitar 2 miliar dosis per tahunnya. Sampai dengan 2017 jumlah permintaan vaksin terus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun Nurlaela tidak merinci berapa kenaikannya.
Sementara itu untuk mengejar agar pasokan vaksin yang mengandung difteri tersedia, perseroan menerapkan 7 hari kerja dengan pengaturan pembagian shift, khususnya untuk karyawan di Direktorat Produksi. "Kapasitas produksi (vaksin difteri) sekarang menjadi 19,5 juta vial," sebut Nurlaela.
Sebelumnya selama tahun 2017 kapasitas produksi untuk vaksin difteri hanya sekitar 15 juta vial. Menurut Nurlaela, kapasitas sebesar itu selaras dengan kebutuhan akan vaksin pada periode tersebut.
Lebih lanjut lagi, satu vial vaksin dapat digunakan untuk 8-10 suntikan. Kapasitas yang dinaikkan tersebut tergolong cukup besar. "Kalau nanti sudah dicabut status KLB Difteri maka tidak sebanyak itu (produksinya)," urai Nurlaela.
Apakah hal tersebut bakal mempengaruhi segmen ekspor perusahaan? Menurut Nurlaela tidak ada dampak langsung. "Sebab kami mengalokasi untuk sektor dalam negeri, juga untuk penjualan sektor swasta dan sektor dalam negeri. Jadi semacam substitusi," katanya.
Bio Farma diketahui pernah mengekspor produk ke 130 negara. Penjualan ekspor terbesar ke negara-negara berkembang seperti India dan 47 negara dengan penduduk Islam besar. Salah satunya adalah Saudi Arabia.
Mengenai capaian bisnisnya di 2017, Nurlaela enggan membeberkannya. "Yang jelas target pertumbuhan (di 2018) ini sekitar 10%," terangnya.
Adapun sepanjang tahun 2016 yang lalu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang farmasi ini menargetkan pendapatan sekitar Rp 2,9 triliun. Sementara sepanjang tahun 2015, perusahaan itu mencatatkan pendapatan sebesar Rp 2,34 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News