Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah terus mengeluarkan jurus-jurus jitu mengatasi kemacetan di kota-kota besar. Pilihan untuk mengenalkan moda transportasi baru jadi andalan, sembari beberapa kota besar juga mulai mengembangkan Bus Rapid Transit (BRT) sendiri-sendiri saat ini.
Contoh saja, di Jakarta pembangunan MRT dan LRT menjadi salah satu jurus pengurai macet Ibukota sehingga wacana untuk menerapkan moda baru lainnya terus digemakan. Terbaru, pemerintah berencana untuk mengenalkan O-Bahn sebagai mode transportasi anyar di berapa kota besar.
Berdasarkan pemberitaan KONTAN sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menjelaskan Australia akan dijadikan rujukan. Kajian mengenai O-Bahn juga masih dilakukan terkait lokasi, investasi hingga untung ruginya pengembangan O-Bahn di tanah air.
O-Bahn, moda transportasi perpaduan BRT dan LRT tersebut bahkan dikabarkan akan dimulai pilot project-nya di Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan Yogyakarta. Kendati sejauh ini rencana tersebut masih sebatas wacana yang belum jelas kapan realisasinya.
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyoroti wacana tersebut akan kurang menarik bagi investor. Pasalnya, penerapan O-Bahn harus dibarengi dengan infrastruktur rel di tengah kota dan akan menyedot investasi besar.
Dibeberapa negara yang sudah mengembangkan O-Bahn sudah memiliki rel ditengah kota sehingga cocok dengan konsep guided bus. Sedangkan di Indonesia, saat ini menurutnya belum ada rel yang bisa digunakan O-Bahn, kecuali pemerintah berniat membangun moda tersebut di kota baru yang diproyeksikan untuk masa depan.
"Investor kan juga akan berhitung, karena harus ada subsidi. Saya yakin subsidinya itu akan besar nantinya dan itu harus investasi besar," ujarnya kepada KONTAN, Senin (1/7)
Ketimbang mengembangan O-Bahn, dirinya menilai lebih baik pemerintah meng-copy paste model Trans Jakarta ke berbagai wilayah. Selain investasi lebih murah, model BRT juga lebih cepat dapat terimplementasikan. Ia menilai pengembangan O-Bahn saat ini masih belum mendesak untuk dilakukan.
"Transportasi umum yang bagus sekarang hanya di Jakarta, makanya segera luncurkan angkutan umum yang cukup murah dan berbasis bus. Tidak usah buat baru, tinggal tiru Trans Jakarta atau Trans Jawa Tengah itu lebih cepat 6-8 bulan ke depan sudah langsung jalan," lanjutnya.
Nofriadi, Direktur Utama Metromini juga menilai penerapan moda transportasi baru di kota besar perlu dikaji ulang. Selain faktor manfaatnya, juga perlu dilihat dari pengintegrasian dengan jalur-jalur transportasi yang sudah ada, misalnya di Jakarta seperti Trans Jakarta, LRT, MRT, Commuter Line dan lainnya.
Belum lagi nantinya investasi yang diperlukan juga lumayan besar. Investasi O-Bahn akan lebih mahal 20% ketimbang pengembangan BRT dengan kapasitas penumpang yang lebih besar. Yang jelas, Nofri menyampaikan perlu planning yang jelas untuk pengembangan angkutan perkotaan ke depan.
"Kalau moda transportasi baru saya rasa boleh-boleh saja, tetapi ini saja belum clear jadi mana yang mau dikerjain. Sekarang datang lagi mobil listrik dan sebagainya, jadi pemerintah harus memiliki planning yang jelas dulu," ujarnya.
Secara investasi pun agak sulit bagi swasta masuk menggarap O-Bahn karena biaya yang cukup besar melebihi investasi BRT. Selain itu, dirinya melihat kebutuhan untuk O-Bahn saat ini masih sangat minim, lebih baik pemerintah fokus membenahi transportasi yang sudah ada ketimbang membangun dari nol.
"Tidak ada masalah apakah proyek O-Bahn akan menggandeng swasta atau tidak, kami tidak perlu dilibatkan tetapi angkutan kota seperti Metromini yang dulu banyak dan sekarang tidak ada ya harus diberikan kesempatan juga untuk beroperasi," lanjutnya.
Saat ini, Metromini memiliki kerjasama untuk pengadaan 100 unit bus dengan PT Transportasi Jakarta. Nantinya, Metromini akan mendapat bayaran Rp 16.000 setiap kilometernya. Menurutnya, kerjasama dengan BRT ini bisa diimplementasikan di sejumlah kota sebagai solusi kemacetan ketimbang membuat moda baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News