Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi terjadinya El Nino tahun 2019. El Nino ini akan berdampak signifikan pada produksi pangan seperti halnya terjadi pada tahun 2015 lalu.
Meski demikian, BMKG menyatakan El Nino tahun ini tidak separah tahun 2015 lalu, namun pemerintah juga tidak bisa abai akan dampaknya.
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Herizal mengatakan, pemerintah, khususnya instansi yang terkait dengan dunia pertanian diharapkan mewaspadai dampak El Nino tahun ini.
"Pemerintah perlu mewaspadainya dengan mengantisipasi terjadinya kekeringan dan kegagalan panen pada tanaman pertanian," ujar Herizal dalam acara Lokakarya, "Prospek Perkembangan El Nino 2019: Dampaknya terhadpa Anomali Iklim dan Pertanian di Indonesia", di Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/2).
Ia menuturkan, peluang terjadinya El Nino tahun ini sebesar 55%-60%, sementara 25,5% wilayah berpotensi musim keringnya maju, 24% wilayah keringnya di atas normal. "Pada Juli-September 2019 iklim diperkirakan lebih kering,"imbuhnya.
El Nino-Southern Oscillation (ENSO) merupakan salah satu fenomena Iklim yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan atau anomali iklim di Indonesia. Fase hangat dari ENSO biasa dikenal dengan istilah El Nino dapat menyebabkan kekeringan panjang.
Pengamatan kondisi ENSO pada menjelang akhir tahun 2018 hingga awal tahun 2019 menunjukkan berlangsungnya fenomena El Nino di Samudera Pasifik. Dampak El Nino berupa kemarau dapat berpotensi mengganggu produksi padi pada musim tanam kedua, dan mengubah pola tanam untuk musim tanam berikutnya.
Berkaca pada kejadian El Nino tahun 2015, dampak yang ditimbulkan terhadap pertanian cukup luas. Pada saat itu, kekeringan melanda 16 Provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan.
Pulau Bali dan Nusa Tenggara mengalami defisit air sekitar 20 miliar meter kubik. Selain itu, lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan. (BNPB, 2015).
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, informasi mengenai prediksi pola hujan sangat penting bagi petani. Melalui informasi yang akurat, petani dapat merencanakan penanaman dengan lebih baik dan mencegah gagal panen akibat perubahan iklim.
“Kami mengapresiasi peran perguruan tinggi dan private sector yang membangun sistem sehingga petani dapat mengakses informasi mengenai iklim secara lebih mudah,” kata Winarno.
Menurutnya, petani Indonesia saat ini memang dapat memanfaatkan layanan informasi iklim melalui aplikasi SIPINDO Powered by SMARTseeds. Informasi cuaca iklim dalam aplikasi SIPINDO Powered by SMARTseeds juga dapat diakses melalui SMS secara gratis.
Melalui aplikasi dan SMS tersebut petani dapat memperoleh data yang akurat mengenai suhu serta prediksi curah hujan enam bulan ke depan berdasarkan lokasi dimana petani berada.
SIPINDO Powered by SMARTseeds sendiri saat ini sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 20.000 petani hortikultura di berbagai wilayah di Indonesia.
Sekjen Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Hindarwati menambahkan, salah satu upaya untuk mengantisipasi dampak El Nino adalah dengan menanam varietas tanaman yang adaptif terhadap kekeringan. "Istilah tepatnya itu toleran terhadap kekeringan,"ucapnya.
Ia bilang, peran pemulia tanaman dan perusahaan perbenihan sangat penting untuk memberikan akses terhadap benih unggul yang adaptif di musim kering kepada petani.
Beberapa contoh varietas yang adaptif di musim kering saat ini sudah ada, misalnya cabai besar Gada MK F1, cabai keriting Laba F1 dan Lado F1, tomat Tymoti F1 dan labu Suprema F1.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News