kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APSyFI menyebut harga bahan baku tekstil ikut terkerek harga minyak


Minggu, 14 Maret 2021 / 18:10 WIB
APSyFI menyebut harga bahan baku tekstil ikut terkerek harga minyak
ILUSTRASI. Kenaikan harga minyak mentah dunia mempengaruhi harga sejumlah bahan baku pembuatan produk tekstil.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak mentah dunia diakui cukup mempengaruhi harga sejumlah bahan baku pembuatan produk tekstil.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, kenaikan harga minyak global sudah berlangsung sejak awal Februari lalu. Hal ini tentu mengerek harga Paraxylene (PX), Purified Terephtalic Acid (PTA), dan Methyl Ethylene Glycol (MEG) yang merupakan bahan baku serat dan benang filament.

Kenaikan harga komoditas tersebut juga turut mendongkrak harga bubur kertas (pulp) sebagai bahan baku serat rayon serta ikut menaikkan harga kapas lantaran biaya kargonya juga meningkat. “Kalau serat dan benang naik, otomatis kain juga naik. Ini terjadi di semua sektor turunan minyak, terutama chemical,” imbuh Redma, Minggu (14/3).

Baik serat maupun benang filament merupakan produk hilir dari industri petrokimia sekaligus produk hulu atau bahan baku pembuatan produk tekstil. Redma mengambil contoh, ketika harga PTA dan MEG naik sekitar 40%, otomatis harga jual bahan baku seperti serat dan benang filament dapat ikut naik sekitar 20%-25%. Hal ini tentu turut mempengaruhi industri tekstil di sektor hilir.

Baca Juga: Harga Minyak Terus Melejit, Industri Manufaktur Bisa Menjerit

Namun, perlu dilihat juga secara menyeluruh bahwa kenaikan harga minyak merupakan fenomena yang bersifat global, sehingga normalnya harga barang yang bahan bakunya berasal dari komoditas tersebut juga ikut naik. “Kecuali ada barang impor yang disubsidi negaranya dan dijual dengan harga dumping,” ujar dia.

Redma melanjutkan, para pelaku industri serat dan benang filament sebenarnya tidak melakukan pengurangan produksi di tengah tren kenaikan harga minyak dunia. Hanya saja, para pelaku industri memang mau tidak mau mesti menaikkan harga jual walau dengan risiko tidak mendapat keuntungan untuk sementara. “Kami paham bahwa kenaikan ini akan memberatkan pihak industri di sektor hilir,” terangnya.

Dengan demikian, ia menilai, asalkan pemerintah dapat menertibkan fenomena beredarnya barang impor yang bersifat dumping, maka para pelaku usaha hilir tekstil termasuk yang berskala Industri Kecil Menengah (IM) masih memiliki ruang untuk berkembang.

Baca Juga: Biaya bahan baku tekstil menanjak seiring penguatan harga minyak dunia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×