kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis kuliner kian menjanjikan


Kamis, 22 Mei 2014 / 16:19 WIB
Bisnis kuliner kian menjanjikan
ILUSTRASI. KRL berhenti di Stasiun Matraman, Jakarta, Jumat (17/6/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.


Reporter: Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Bisnis di bidang makanan dan minuman seakan tiada mati. Maklum, semua orang butuh makan. Alhasil, prospek bisnis kuliner senantiasa menjanjikan.

Di Indonesia, bisnis kuliner terus berkembang. Banyak pemain baru bermunculan. Tak cuma kedai sederhana atau rumahmakan kelas menengah, jumlah restoran kelas menengah atas juga terus meningkat. Riset Jakarta Dining Index yang dirilis Qraved.com, situs pencarian dan reservasi restoran di Jakarta, menyebut, jumlah restoran kelas menengah atas sepanjang lima tahun terakhir meningkat hingga 250%.

Riset tersebut juga menunjukkan, makin banyak orang Jakarta gemar makan di restoran. Sepanjang tahun 2013, kunjungan masyarakat Jakarta ke restoran mencapai 380 juta kali. Total jenderal biaya untuk makan di restoran sepanjang tahun lalu mencapai US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 17,1 triliun (US$ 1 = Rp 11.400).

Yang menarik, menurut riset tersebut, tren berkunjung ke restoran bukan sekadar dipicu kebutuhan biologis masyarakat untuk makan. Namun, menyantap hidangan di restoran sekaligus menjadi ajang sosialisasi. Steven Kim, Chief Executive Officer (CEO) dan pendiri Qraved. com, mengatakan, tren makan di restoran merupakan bagian dari aktivitas sosial. Separuh dari pengunjung yang makan di restoran datang berkelompok bersama rekan bisnis, teman, ataupun keluarga. Mereka datang berdua, bertiga, ataupun berempat untuk bersosialisasi dan mencoba sajian bercita rasa internasional.

Pertumbuhan pengguna media sosial dalam lima tahun terakhir yang begitu pesat juga mendorong tren makan di restoran. Menurut Kim, hampir semua orang membagi pengalaman makan di restoran melalui media sosial populer seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan Path. “Ada lebih dari 10 juta hashtag tentang makanan di Instagram,” kata Kim.

Lantaran makin banyak orang berbagi pengalaman makan di restoran, makin banyak pula orang tertarik makan di restoran. Kelompok konsumen yang lebih muda mulai lebih banyak menyisihkan duit untuk makan di restoran. Alhasil, frekuensi makan di restoran bertambah.

Kim memperkirakan, tren makan di restoran bakal semakin meningkat. Tren ini akan disertai jumlah restoran kelas menengah atas yang bakal terus bertambah. Apalagi, pasar restoran kelas menengah atas di Indonesia masih terbuka lebar. Sebab, jumlah restoran di Indonesia yang melayani reservasi baru sebanyak 1.800 unit. Di Singapura, jumlahnya sepuluh kali lipat lebih banyak.

Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), mengatakan, kultur masyarakat Indonesia memang doyan makan. Alhasil, prospek bisnis restoran di Indonesia selalu cerah. Dengan jumlah penduduk sebanyak 250 juta, Indonesia jelas menjadi pasar bisnis restoran yang menggiurkan.

Bakal meroket

Tak cuma itu, bisnis restoran juga semakin menjanjikan lantaran pendapatan masyarakat yang semakin meningkat. Kenaikan daya beli masyarakat jelas menjadi penopang utama suburnya bisnis restoran di Indonesia. Hal ini juga ditunjang kelas menengah yang semakin besar. “Mobilitas masyarakat yang makin tinggi turut mendorong penyebaran restoran di daerah,” kata Hariyadi.

Selain dari pasar yang menjanjikan, bisnis restoran juga legit lantaran keuntungan yang cukup besar. Margin keuntungan bisnis restoran, menurut Hariyadi, berkisar 15%–30%. Selain itu, perputaran penjualan barang di bisnis kuliner juga lebih cepat ketimbang bisnis lain. “Yang bikin menarik dari bisnis kuliner adalah uang berputar setiap hari,” imbuh Hendy Setiono, pemilik dan Presiden Direktur Baba Rafi Enterprise.

Ketua Komite Tetap Waralaba Lisensi dan Kemitraan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Amir Karamoy, mengatakan, omzet harian yang diraup pengusaha kuliner per gerai mencapai Rp 30 juta. Kalau skala rumahmakan sederhana, omzetnya bisa mencapai Rp 80 juta per hari.

Malah, Amir pernah menghitung, ada seorang pengusaha restoran yang memiliki gerai 180 unit bisa meraup pendapatan pribadi Rp 100 juta per hari setelah dipotong pelbagai macam pengeluaran. “Artinya, dia bisa meraup Rp 3 miliar sebulan,” kata Amir.

Amir memperkirakan, usaha di bidang kuliner ke depan akan semakin meroket. Sepuluh tahun lagi, industri kuliner bisa sejajar dengan industri lainnya di Indonesia seperti pertambangan dan energi. Tak heran, banyak perusahaan mulai terjun ke bisnis restoran. Meskipun, bisnis perusahaan tersebut selama ini tak berhubungan sama sekali dengan dunia kuliner. Tiara Marga Trakindo, misalnya, selama ini lebih dikenal sebagai perusahaan yang bergerak di bisnis alat berat. Namun, sejak tahun lalu, melalui anak usaha PT Mega Mahadana Hadiya (Mahadya), Grup Trakindo mengambil alih hak waralaba restoran asal Amerika Serikat Carl’s Jr.

Aksi Trakindo masuk ke bisnis kuliner tentu bukan tanpa alasan dan tak cuma modal nekad. Irzan H. Pulungan, Direktur Mahadya, mengatakan, pertumbuhan bisnis restoran di Indonesia sangat menjanjikan. Bahkan, pertumbuhannya lebih tinggi ketimbang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. “Ditambah lagi tren masyarakat di kota besar sudah mulai menjadikan makan di restoran sebagai gaya hidup,” kata Irzan beralasan.

Amir membisikkan, kini setidaknya ada enam pengusaha restoran asing yang antre masuk ke Indonesia. Mereka saat ini tengah menunggu hasil pemilihan presiden. Jika yang terpilih merupakan presiden pro pasar, mereka semua akan langsung masuk. Industri restoran di Indonesia mau tidak mau harus siap menerima serbuan asing. Apalagi, sebentar lagi Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku. “Pengusaha minyak nasional juga berencana bikin restoran,” bisik Amir.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 34 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×