kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor jagung pakan ternak akan melonjak 86%


Jumat, 08 Maret 2013 / 09:42 WIB
Impor jagung pakan ternak akan melonjak 86%
ILUSTRASI. Hokben Rabu Rp 20.000 ada menu Hoka Hemat 1-4 yang bisa anda pilih sendiri variannya (Dok/Hokben)


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Impor jagung untuk industri pakan ternak diperkirakan bakal melonjak 1,3 juta ton dari 1,5 juta ton pada 2012 menjadi 2,8 juta ton tahun ini. Lonjakan impor dikarenakan kebutuhan pakan ternak dalam negeri yang makin besar. Ironisnya,  tidak semua produksi jagung lokal bisa diserap industri pakan terkait kualitas.


Perkiraan lonjakan impor jagung mencapai 86,6% itu dikatakan Desianto Budi Utomo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GMPT). "Angka itu berdasar kebutuhan dan suplai di dalam negeri," katanya kepada KONTAN.


Tahun lalu menurut Desianto, realisasi impor jagung untuk kebutuhan bahan baku pakan ternak mencapai 1,5 juta ton. Jumlah itu akan melejit menjadi 2,8 juta ton tahun ini seiring permintaan pakan ternak yang kian tinggi.


Tahun ini produksi pakan ternak Indonesia diperkirakan mencapai 13,8 juta ton. Dengan 65 unit pabrik, dibutuhkan bahan baku jagung 7 juta ton. Dengan asumsi pasokan jagung lokal 4,2 juta ton, maka kebutuhan impor jagung sekitar 2,8 juta ton.


Data pasokan jagung dalam negeri yang dikemukakan GMPT berbeda dengan data Kemtan. Udhoro Kasih Anggoro, Dirjen Tanaman Pangan Kemtan bilang, tahun ini produksi jagung Indonesia akan mencapai 18,9 juta ton dengan kebutuhan Rp 17,3 juta ton. "Berdasarkan angka produksi jagung 2013 dan perhitungan konsumsi maka tahun ini surplus 1,6 juta ton," katanya.


Namun menurut Desianto, surplus jagung dalam negeri tidak semuanya bisa terserap industri pakan nasional. Melihat tren lima tahun terakhir, industri pakan hanya menyerap sekitar 22% produksi jagung dalam negeri.


Desianto beralasan, beberapa faktor membuat sektor ini tidak bisa menyerap seluruh produksi dalam negeri. Selain karena faktor kualitas jagung lokal terkait kadar air dan jamur, persoalan fasilitas dan distribusi jagung lokal juga mengemuka.


Dia mencontohkan, sebanyak 40% jagung dari Sumatera Utara ditolak oleh pabrik pakan karena secara teknis belum memenuhi standar. Selain itu sentra produksi jagung yang tidak merata dan jauh dengan lokasi pabrik membuat produsen pakan ternak enggan menyerap jagung lokal apalagi kondisi infrastruktur yang kurang baik.


Selain itu, pola musim tanam petani jagung di Indonesia yang masih mengandalkan air hujan, dikhawatirkan tidak akan menjamin pasokan bahan baku yang stabil. "Kami bersedia membuat MoU dengan petani, tetapi kami juga minta jaminan pasokan," katanya Desianto.


Data GMPT menunjukkan, realisasi impor jagung dari awal tahun sampai 22 Februari 2013 sudah mencapai 580.000 ton. Lonjakan impor di awal tahun disebabkan karena beberapa perusahaan  melakukan impor lebih cepat. Biasanya impor jagung per dua bulan sekitar 200.000 ton hingga 250.000 ton. Percepatan impor juga dilakukan karena tahun lalu impor jagung dibatasi 1,5 juta ton. "Selain itu masih belum ada panen jagung," kata Desianto.


Jagung impor tertahan


Namun realisasi impor jagung awal tahun ini masih belum bisa dimanfaatkan produsen. Sebab menurut Desianto, sudah tiga minggu ini 90.000 ton jagung impor tertahan di sejumlah pelabuhan, seperti Jakarta dan Surabaya. Jagung-jagung impor itu tertahan karena Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) belum keluar. "Tidak apa-apa jika impor dibatasi, tapi yang sudah merapat dikeluarkan dulu," tuntut Desianto.


Ditahannya jagung impor membuat pengusaha rugi karena harus menambah biaya produksi. "Sewa kontainer tarifnya progresif, untuk lima hari pertama tarifnya US$ 11; kemudian 10 hari kedua US$ 22 dan 15 hari ketiga US$ 33," kata Desianto.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×