Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Organisasi pemangku kebijakan standardisasi kelapa sawit berkelanjutan atau RSPO mengungkapkan, Indonesia menyumbang 58% dari total produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan dan ramah lingkungan di dunia.
“Produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan yang telah mendapat sertifikat RSPO secara global mencapai 12,15 juta ton atau sekitar 17% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia,” terang Tiur Rumondang, Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia.
Hingga tahun 2016 ada sekitar 1,8 juta hektare (ha) lahan sawit yang bersertifikat RSPO. Tiur mengatakan jumlah ini masih relatif kecil, yakni sekitar 12% dari total lahan sawit di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), total lahan sawit di Indonesia mencapai 10,8 juta ha. Sedangkan pabrik kelapa sawit yang sudah mendapat sertifikat RSPO sekitar 174 pabrik dari 37 grup perusahaan anggota RSPO yang beroperasi di Indonesia.
Tiur mengatakan, kesadaran untuk mendapatkan sertifikasi RSPO di Indonesia tren pertumbuhannya mulai positif. Hal ini dapat dilihat dari naiknya jumlah luas lahan sawit bersertifikat dan berkelanjutan, dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai 1,46 juta ha.
Produktivitas lahan sawit bersertifikat juga diklaim mengalami kenaikan. Jika biasanya satu hektar menghasilkan 4 ton per tahun, sekarang bisa mencapai 5 ton per hektar per tahun.
“Kami juga tidak tahu pasti kenaikan produktivitas itu ditunjang oleh bibit dan pengelolaan yang baik juga. Yang pasti lahan sawit bersertifikat ternyata memiliki keuntungan secara ekonomi,” tambah Tiur.
Ia mengatakan, banyak keuntungan yang didapat dengan adanya sertifikasi berkelanjutan RSPO. Beberapa keuntungannya antara lain, mampu bersaing di tingkat internasional, tingkat keterimaan pasar jadi lebih tinggi, khususnya untuk pengguna produk di Uni Eropa.
RSPO menargetkan, serapan pasar Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) di Indonesia hingga tahun 2020 mencapai 50%. Tiur mengatakan untuk mencapai target tersebut tidak mudah, butuh kerja keras ekstra meyakinkan para pelaku usaha dan pemilik kebun.
“Tantangan terberat kami adalah budaya operasional dari perusahaan. Selama berpuluh-puluh tahun mereka beroperasi tidak ada yang mengamati, begitu masuk RSPO jadi ada yang mengamati,” tuturnya.
Tantangan untuk menumbuhkan kesadaran bersertifikat terberat ada pada perusahaan-perusahaan sawit menengah dan kecil. Target mereka adalah pasar domestik yang tidak memerlukan sertifikasi khusus, maka mereka menganggap CSPO tidak diperlukan.
Ada delapan prinsip utama yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan sawit untuk mendapatkan sertifikasi RSPO. Apabila dijabarkan lagi, ada 143 kriteria khusus yang harus dipenuhi. Sertifikat berkelanjutan RSPO berlaku selama lima tahun dan ada audit khusus tiap tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News