kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri farmasi domestik makin tertekan


Senin, 28 Mei 2018 / 14:06 WIB
Industri farmasi domestik makin tertekan
ILUSTRASI. Apoteker meracik obat di Apotek


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi dalam negeri harus menelan pil pahit. Pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang menembus Rp 14.000 membuat beban produksi perusahaan farmasi meningkat, karena mayoritas bahan baku masih impor.

Vincent Harijanto, Ketua Litbang Perdagangan dan Industri Bahan Baku Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia mengatakan, bahan aktif farmasi (active pharmacy ingredients) maupun bahan kima pendukung lain masih harus diimpor. "Sekitar 95% kebutuhan bahan baku tersebut dari impor," ujar Vincent kepada Kontan.co.id, Minggu (27/5).

Selain itu, harga juga naik, misalnya bahan baku obat seperti amoxicilin tahun lalu masih berada di level US$ 16 per kilogramnya (kg), kini sudah mencapai US$ 26 per kg sampai US$ 30 per kg. Kemudian, paracetamol yang sebelumnya US$ 3 per kg, sekarang rata-rata US$ 5 per kg.

Selain pelemahan mata uang rupiah terhadap dollar, industri farmasi semakin diperparah dengan kebijakan pemerintah China yang menerapkan environmental protection terhadap industri kimia. Sehingga pasokan bahan baku farmasi berkurang.

Guna meminimalisir beban biaya produksi, berbagai strategi dilakukan perusahaan farmasi. Pertama, menjaga stok dengan cara memaksimalkan penggunaan bahan baku yang telah mereka beli sebelumnya.

Kedua, membuka penggunaan opsi untuk lindung nilai atau hedging. Ketiga, menaikkan harga produk untuk obat bebas, obat resep atau barang yang tidak termasuk dalam proyek e-catalogue.

Suharta Wijaya, Direktur Keuangan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mengatakan, untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan baku ini pihaknya melakukan pembelian bahan baku besar-besaran. "Sudah kami antisipasi sejak tahun lalu, sehingga tahun ini relatif aman," ujar Suharta.

Dengan skema pembelian besar-besaran seperti itu, KAEF bisa menekan harga bahan baku antara 50%. Besaran ini tentu lebih dari cukup untuk mengkompensasi melemahnya kurs yang terjadi. Malah, strategi seperti ini dinilai lebih efektif dibandingkan melakukan aktivitas lindung nilai karena tidak ada biaya tambahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×