kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komoditas asal Afrika Barat yang jadi berkah bagi Indonesia


Minggu, 11 Maret 2018 / 21:55 WIB
Komoditas asal Afrika Barat yang jadi berkah bagi Indonesia
ILUSTRASI. Kelapa Sawit


Reporter: Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara Perayaan 2 Abad Kebun Raya Bogor sekaligus menandatangani Tugu Prasasti Plasma Nutfah Kelapa Sawit Indonesia di  Bogor, Minggu (11/3).

Penandatanganan ini menjadi bukti komitmen pemerintah terhadap industri kelapa sawit di masa depan.

Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI (Kebun Raya Bogor) Didik Widyatmoko mengatakan, prasasti ini mengingatkan generasi muda terhadap sejarah kelapa sawit Indonesia yang dimulai dari Kebun Raya Bogor.

Menurut Didik, tak banyak orang yang tahu kalau tanaman sawit yang menjadi primadona di Indonesia ini berasal dari kawasan di Afrika Barat.

Tanaman ini dibawa oleh ahli botani asal Belanda pada 1848. Saat itu, ada empat pohon induk kelapa sawit yang ditanam di Buitenzorg Botanical Garden yang sekarang dikenal dengan nama Kebun  Raya Bogor. 

Waktu itu Belanda mengumpulkan berbagai tanaman yang cocok ditanam di Indonesia, termasuk sawit, kina dan kayu manis.

“Sawit yang sekarang menjadi komoditas andalan Indonesia itu bermula dari sini,” ujar Didik di sela acara Perayaan 2 Abad Kebun Raya Bogor dan penandatanganan Tugu Prasasti Plasma Nutfah Kelapa Sawit Indonesia di Bogor.

Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto menambahkan, bibit sawit yang dibawa dari Afrika tersebut pertama kali ditanam tepat di lokasi prasasti itu.

“Waktu itu kami juga tidak tahu apakah produktivitasnya tinggi atau tidak, tapi yang jelas bibit itu dibawa Belanda dari Afrika dan sekarang telah menguasai perekonomian di Indonesia,” kata Bambang.

Benih dari empat pohon tersebut kemudian ditanam sebagai tanaman hias dan peneduh pada perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara.

Melihat pertumbuhan yang sangat baik, kemudian M Adrien Hallet, seorang warga Belgia membangun perkebunan kelapa sawit pada skala ekonomi seluas 2.630 hektare (ha) di Sumatera Utara dan Aceh pada 1911.

Perkembangan industri perkebunan kelapa sawit yang berkembang berimbas pada penelitian dan pemuliaan benih kelapa sawit. Benih dari tanaman sawit yang ditanam di perkebunan tembakau di Deli tersebut lantas
menyebar ke seantero Indonesia dan Malaysia.

“Bahkan benih tersebut juga menyebar ke berbagai perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara,” ujar Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Hasril Hasan Siregar.

Menurut Hasril, lantaran benih tersebut banyak disebarkan dari Deli, maka kemudian pohon induk tersebut diberi nama Dura Deli. “Dura Deli merupakan mother of palm yang hingga kini sudah mencapai empat generasi,” katanya.

Dari pohon induk Dura Deli ini, lanjut Hasril, telah menghasilkan bibit-bibit unggul kelapa sawit yang dilakukan oleh para pemulia yang juga sudah mencapai empat generasi. Hingga kini, total sudah ada 50 varietas bibit unggul kelapa sawit, di mana plasma nutfahnya berasal dari Dura Deli.

“PPKS sendiri telah menghasilkan 12 varietas bibit unggul, sementara 14 produsen benih lainnya menghasilkan 38 varietas. Jadi total ada 50 varietas benih sawit unggul yang dihasilkan dari Deli Dura ini,” kata Hasril menjelaskan.

Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, keempat pohon induk yang menjadi pangkal cerita sukses itu sudah mati pada 1992 lantaran di makan usia.

“Nah kita tidak ingin kehilangan sejarah itu. Maka kita ingin mengembalikan bahwa Kebun Raya Bogor tetap menjadi sejarah perkembangan industri sawit,” kata Joko Supriyono.

Oleh karena itu, Joko mengapresiasi Presiden Jokowi yang bersedia menandatangani prasasti plasma nuftah kelapa sawit tersebut.

“Ini membuktikan bahwa negara punya komitmen yang besar terhadap industri kelapa sawit ini. Dengan prasasti kita juga ingin agar anak-cucu kita tidak lupa bahwa di tempat itu ada sejarah yang penting bagi republik ini,” katanya.

Tak jauh dari tugu prasasti tersebut, juga ditanam beberapa benih kelapa sawit sebagai koleksi plasma nutfah di Kebun Raya Bogor. “Ini adalah sebagai upaya untuk melestarikan plasma nutfah kelapa sawit, supaya ke depan menjadi sumber untuk berbagai aktifitas penelitian dan riset,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×