kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Memimpin perusahaan di usia muda


Sabtu, 07 April 2018 / 10:15 WIB
Memimpin perusahaan di usia muda
ILUSTRASI. Indra Yonathan, Co-Founder dan Country Head of Shopback Indonesia


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - Mewujudkan cita-cita menjadi pemimpin perusahan di usia muda tidaklah mudah, tapi bukan mustahil. Itu yang Indra Yonathan buktikan dengan menduduki posisi Country Head Shopback Indonesia di usia 29 tahun. Kunci keberhasilannya adalah rajin bekerja, banyak akal, juga tak lupa banyak berdoa agar mendapat keberuntungan.

CITA-CITA Indra Yonathan menjadi pemimpin sebuah perusahaan di usia muda atau sebelum memasuki usia 30 tahun akhirnya tercapai. Ia berhasil menjadi co-founder dan country head Shopback Indonesia di usia 29 tahun. Posisi tersebut Yonathan capai berkat kerja keras dan ketekunan membangun karier dari bawah.

Bagi Yonathan, menjadi seorang pemimpin membutuhkan tiga hal: gila bekerja, faktor keberuntungan,dan banyak akal. Dengan menerapkan prinsip itu, dia berhasil membangun karier hingga mencapai puncak. "Kemudian, membangun jaringan yang luas," ujar Yonathan kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Yonathan berasal dari keluarga sederhana. Pria kelahiran Jakarta, 26 November 1986, ini sejak awal sudah menyadari, orang tuanya tidak mampu menyekolahkan dirinya ke perguruan tinggi. Untuk itu, ia harus memanfaatkan kemampuan untuk mencapai cita-citanya.

Semenjak kecil, Yonathan sudah menunjukkan minat pada kegiatan-kegiatan yang bersifat kewirausahaan. Ketika masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), dia gemar mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler.

Namun, saat menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Jakarta, ia tidak mendapatkan banyak kegiatan ekstrakurikuler. Kondisi ini sempat membuatnya frustrasi. Maklum, SMA 1 Jakarta kala itu terkenal kuat dengan budaya akamedisnya.

Tidak kuat dengan kondisi tersebut, akhirnya Yonathan keluar dari SMA 1 Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Malaysia. Setelah lulus, dia mencoba mencari peruntukan beasiswa agar bisa kuliah di luar negeri. Akhirnya, ia mendapat beasiswa dari Liaoning Normal University, China. Perguruan tinggi ini memiliki jaringan di Amerika Serikat (AS). "Sehingga, saya bisa melanjutkan pendidikan di Amerika College of the Ozarks. Saya kuliahnya dobel, mengambil jurusan computer ecosystem dan marketing," ucapnya.

Meskipun mendapatkan beasiswa penuh, Yonathan tetap mencari tambahan biaya hidup dengan bekerja di sebuah hotel selama tiga tahun. Ia mengerjakan apa saja, mulai mencuci piring, membersihkan toilet, membuka dan menutup pintu, hingga membawakan tas pengunjung hotel.

Tapi, keberuntungan Yonathan diuji oleh krisis moneter di AS pada 2008. Banyak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Ia pun merasakan dampak tersebut. Setelah lulus kuliah tahun 2010, dia sulit mendapatkan pekerjaan. Dari 80 surat lamaran pekerjaan yang disebar, hanya satu panggilan.

Yonathan pun sempat bekerja serabutan di negeri paman Sam untuk bertahan hidup. Ia bekerja apa saja seperti menjadi pelayanan di kafe, sebelum akhirnya bekerja di sebuah perusahaan teknologi informasi (IT) selama satu setengah tahun. Tapi, setelah memikirkannya lagi, dia menyadari, tidak mungkin bisa menjadi pemimpin perusahaan di usia belia bila tetap bertahan di perusahaan tersebut.

Maka, Yonathan memilih keluar dan meninggalkan AS. Dia membulatkan tekad kembali ke Indonesia, meskipun juga tidak tahu apa yang akan terjadi kelak sepulang ke tanah air dalam lima tahun ke depan.

Seperti anak-anak yang baru lulus kuliah lainnya, ia pun kembali mengirimkan lamaran ke salah satu perusahaan milik Grup Salim. Dan, keberuntungan berpihak padanya. Yonathan bisa bekerja di perusahaan Grup Salim pada 2011 lalu.

Tetapi, ia tetap menyadari, bukan di perusahaan itu tempatnya mencapai cita-cita menjadi pemimpin di usia muda. Apalagi, ia mengaku kurang cocok bekerja di korporasi besar. Soalnya, Yonathan punya karakter sebagai pekerja yang dinamis, cepat, dan senang mengambil risiko. Akhirnya, pada 2012 ia keluar dari pekerjaan tersebut.

Kemudian, Yonathan mencoba peruntungan sebagai konsultan head hunter di PT Michael Page Internasional Indonesia. Waktu itu, perusahaan asal Inggris ini mau membuka cabang di Indonesia. "Saya bantu mereka set up Michael Page Indonesia yang awalnya cuma ada lima orang. Dan, saat saya tinggalkan perusahaan itu tahun 2014 sudah ada 18 orang," katanya.

Yonathan menyebutkan, melalui pekerjaan sebagai head hunter, dirinya bisa membangun jejaring. Lantaran tuntutan pekerjaan, dia bisa menghubungi orang-orang nomor satu di berbagai perusahaan. Kesempatan itu, dia manfaatkan untuk menimba pengalaman dari mereka. "Dari pekerjaan ini lah saya banyak mendapatkan jaringan di bidang digital. Sebab, saya lah yang menetapkan orang-orang di perusahaan digital tertentu. Tapi, sejak awal saya sudah targetkan untuk berkenalan dengan sebanyak-banyaknya orang," ujar Yonathan

Lalu pada 2014, Yonathan mendapat posisi sebagai head of Strategic Busines Development Spice Group. Di perusahaan baru ini, dia memimpin proyek peluncuran Google Nexian Android One. "Kami yang meluncurkan sistem operasi Android Lollipop pertama di dunia," ungkap Yonathan.

Proyek ini cukup menghebohkan Indonesia lantaran Android Lollipop pertama diluncurkan di negara kita. Nexian Android One mampu menguasai pangsa pasar ponsel lokal mencapai 54%, mengalahkan Mito dan Evercross dengan bujet pemasaran lebih besar.

Ahli strategi marketing

Menurut Yonathan, kunci kesuksesan proyek tersebut terletak pada strategi marketing. Mereka hanya menjual Android One ini melalui situs belanja online. Untuk itu, Yonathan mengandeng Blanja.com, Lazada, dan Jakarta Notebook.

Selain itu, dia juga mengiming-iming konsumen dengan memberikan vocer belanja senilai hingga Rp 600.000 setiap kali membeli produk yang dirancang Google dengan harga Rp 999.000 tersebut.

"Itu lah yang saya lakukan tanpa mengeluarkan satu persen pun bujet pemasaran. Kenapa bisa? Karena saat itu sistem vocer juga masih asing. Kami masukan vocer seperti Lazada, Tokopedia, dan Traveloka," kata dia.

Lantaran bekerjasama dengan Lazada inilah, Yonathan akhirnya dipinang oleh Lazada Indonesia. Pada 2015, ia pun bergabung dengan Lazada sebagai vice president marketing. Ia mengaku, saat itu sebagai satu-satunya orang Indonesia yang berada di deretan manajemen Lazada.

Pada tahun yang sama, ia juga dipercaya menjadi ketua Komite Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Yonathan memanfaatkan momentum ini dengan berhasil menggandakan jumlah peserta e-commerce yang mengikuti pesta belanja online tahunan itu.

Berkat keberhasilan ini, dia mulai dikenal sejumlah pemimpin top perusahaan papan atas. Relasi yang luas semakin membuatnya semakin dekat dengan orang-orang berpengaruh.

Di 2015, tiba-tiba Yonathan mendapat sebuah pesan singkat melalui akun LinkendIn miliknya. Dari puluhan pesan singkat yang masuk, pesan dari founder Shopback asal Singapura paling menarik perhatiannya. "Awalnya, memang tidak menimbulkan kesan mendalam. Tapi setelah kami diskusi banyak hal melalui telepon hingga berjam-jam, akhirnya saya tertarik bergabung," kata dia.

Pasalnya, founder Shopback Singapura ini menawarkan tantangan strategis baginya. Ia ditantang mendirikan Shopback di Indonesia. Bahkan, dia dijanjikan untuk diberikan kebebasan berekspresi. Ini yang tidak ia dapatkan dari pekerjaan sebelumnya. "Ini lah yang membuat saya mengamini keinginan founder Shopback dan mendirikan Shopback di Indonesia," sebutnya.

Yonathan pun menerima tantangan dengan mencari talenta lokal untuk mendirikan startup baru di Indonesia. Awalnya, dia berkantor di apartemennya. Namun, banyak talenta muda yang khawatir dan mempertanyakan, perusahaan apa yang berkantor di apartemen. Alhasil, Shopback pindah dari satu kafe ke kafe lain hingga punya kantor.

Buat Yonathan, membangun Shopback di Indonesia tidaklah mudah karena masih asing di telinga masyarakat kita. Mengedukasi masyarakat soal ShopBack merupakan tantangan berat. Ia bilang, Shopback ialah platform gaya hidup yang membuat orang bisa belanja lebih hemat dan cermat.

Setelah ShopBack Indonesia berdiri di Januari 2016, Yonathan mulai mendapatkan hasilnya. Pasca tiga bulan beroperasi, pendapatan Shopback Indonesia melampaui pencapaian ShopBack di negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina yang sudah lebih dulu ada.

Dalam dua tahun beroperasi, Yonathan mampu memeberikan cashabck Rp 60 miliar ke konsumen lewat Shopback Indonesia. Di pengujung 2017, Shopback Indonesia memiliki ratusan mitra dengan 1,8 juta pengguna. Angka ini meningkat sembilan kali lipat dibanding 2016 yang hanya 300.000 pengguna.

Pada 2018, Shopback berencana meluncurkan beberapa produk baru dan akan menggandeng 1.000 usaha kecil menengah (UKM). Menurutnya, kunci kesuksesan Shopback Indonesia terletak pada tiga hal yakni speed, innovation, dan teamwork. "Selain itu, saya juga membangun komunikasi dengan customer untuk mendapatkan masukan dari mereka," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×