kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerapan SNI wajib dapat turunkan tingkat impor


Jumat, 21 Juli 2017 / 19:18 WIB
Penerapan SNI wajib dapat turunkan tingkat impor


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kementerian Perindustrian berusaha menggalakkan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk industri. Hasil evaluasi pada tahun 2016, menunjukkan bahwa penerapan SNI Wajib berindikasi menurunkan tingkat impor produk rata-rata hingga 5,52% jika dibandingkan dengan tingkat impor pada tahun 2015 atau setara dengan US$ 282 juta.

“SNI wajib merupakan salah satu instrumen kebijakan teknis yang sangat penting untuk melindungi industri dan konsumen dalam negeri. Penerapan SNI juga dapat mencegah beredarnya produk-produk yang tidak bermutu di pasar domestik termasuk melindungi dari serbuan produk impor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (21/7).

Berdasarkan alasan tersebut, Kemperin menerbitkan regulasi berupa Peraturan Menteri Perindustrian dalam upaya pelaksanaan SNI secara wajib bagi produk industri nasional agar semakin berdaya saing. 

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara menjelaskan, Kemperin telah memiliki unit yang memiliki prasarana teknis dalam penentuan standar pada suatu produk industri. Lembaga tersebut adalah Pusat Standardisasi Industri (Pustand Industri), di bawah lingkup BPPI Kemenperin.

Ngakan mengungkapkan, Kemperin juga memiliki sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) industri yang berbasis komoditi guna mempercepat penguasaan teknologi dan meningkatkan kemampuan inovasi bagi industri nasional.  

“Di bawah koordinasi BPPI, unit-unit tersebut memiliki tugas dan fungsi utama untuk melaksanakan kegiatan litbang industri sesuai fokus dan kompetensi inti yang dimiliki,” ujarnya. Hingga saat ini, lembaga litbang Kemenperin terdiri dari 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri.

Balai Besar dan Baristand Industri telah mengarahkan kegiatan litbangnya untuk mendukung peningkatan daya saing bagi 10 sektor industri prioritas. Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, kesepuluh sektor prioritas tersebut, yaitu industri pangan, industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka, industri alat transportasi, serta industri elektronika dan telematika.

Selanjutnya, industri pembangkit energi, industri barang modal, komponen, bahan penolong, dan jasa industri, industri hulu agro, industri logam dasar dan bahan galian bukan logam, serta industri kimia dasar berbasis migas dan batubara. “Selaras dengan peningkatan daya saing nasional, unit BPPI di daerah membentuk inkubator bisnis teknologi,” kata Ngakan.

Di samping itu, Ngakan menyampaikan, BPPI juga tengah mempertajam arah kegiatan litbangnya untuk untuk menyongsong transformasi Industry 4.0 melalui pengembangan teknologi tinggi. Contohnya, pengembangan sistem solar cell (on grid) dan pembuatan baterai listrik yang dilakukan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung.

Ada pula, pembuatan keramik magnetik jenis barium ferrite untuk komponen elektronik oleh Balai Besar Keramik (BBK) Bandung, pembuatan formulasi komposisi nanokomposit HDPE-NPCC untuk lampu hemat energi (LHE) oleh Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta, serta pengembangan tracklink tank Scorpion oleh Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung.

“Selain menghasilkan riset litbang untuk menjawab kebutuhan dan permasalahan sektor industri, BPPI secara berkelanjutan melakukan inovasi di bidang pelayanan publik,” imbuh Ngakan. Salah satunya adalah pembuatan aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Publik berbasis Android yang beroperasi secara real time yang dikembangkan oleh BBIHP Makassar dan Baristand Industri Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×