kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KKP minta SNI wajib produk ikan olahan diterapkan


Kamis, 27 November 2014 / 18:51 WIB
KKP minta SNI wajib produk ikan olahan diterapkan
ILUSTRASI. Bawang putih terbukti ampuh mencegah dan mengobati pilek dan flu.


Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berniat memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk olahan ikan. Langkah ini sebagai persiapan membendung serbuan barang impor pasca pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (PPHP) KKP Saut P. Hutagalung mengatakan, jika diterapkan SNI menjadi cara untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi dan efisiensi produksi pada usaha pengolahan perikanan.

Pada tahun 2014, Badan Sertifikasi Nasional (BSN) menetapkan ada delapan SNI produk perikanan yakni: SNI bakso ikan, SNI ikan beku, SNI tuna segar untuk sashimi, SNI udang beku, SNI udang kupas mentah beku, SNI sidat panggang beku, SNI tuna loin masak beku dan SNI cara uji kimia penentuan tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada produk perikanan.

KKP sendiri menargetkan setiap tahunnya akan ada 10 produk perikanan baru yang memiliki SNI. “Sekarang ini, SNI sudah ada dan kami dorong untuk pelaku usaha memberlakukannya. Ini sebagai persiapan ke depan untuk diwajibkan,” imbuh Saut pada Kamis (27/11).

Saut menilai, SNI menjadi jurus pamungkas untuk membendung atau mengatasi serbuan barang impor. Serta bagian dari cara untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi. Meskipun harus diakui masih terdapat kendala dan permasalahan dalam penerapan SNI.

Pertama,  pelaku usaha belum mengetahui SNI dan spesifikasi teknisnya. Kedua, kurangnya pemahaman pekau usaha terhadap keuntungan dan dampak ekonomi penerapan SNI. Ketiga, terbatasnya Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) baik dari sisi jumlah, cakupan pengujian dan penyebarannya.

Keempat, kurangnya sosialisasi penerapan SNI kepada pelaku usaha dan masyarakat. Kelima, kurangnya komitmen penerapan SNI dan lemahnya kordinasi pengawasan penerapan SNI.

Sementara untuk biaya yang harus dikeluarkan. Saut mengatakan, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 6 juta sampai Rp 8 juta untuk kelas usaha kecil menengah (UKM) untuk bisa mendapat SNI berupa penyedian tenaga ahli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×