Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan pelemahan. Merujuk data dari Bloomberg, pada penutupan Senin (23/3) lalu, rupiah di pasar spot berada di level Rp 16.575 per dolar AS. Sementara, pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah telah turun 3,29% dan berada di level Rp 16.608 per dolar AS.
Setelah beberapa hari melemah, baru pada Selasa (24/3) lalu rupiah berhasil ditutup menguat 0,45% ke level Rp 16.500 dari penutupan sebelumnya.
Baca Juga: Ada seruan di rumah saja, konsumsi LPG Pertamina naik 25%
Pelemahan rupiah ini tentu berdampak ke berbagai sektor, termasuk ke penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik. Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, efek nilai tukar rupiah terhadap harga BBM dan energi ini berbanding terbalik.
"Artinya, jika rupiah melemah maka harga energi akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar energi terutama BBM sudah kita impor," ujar Komaidi kepada Kontan.co.id, Selasa (25/3).
Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan harga BBM meningkat ini akan memberikan sentimen yang cenderung negatif terhadap pelaku industri. Namun demikian, tak menutup kemungkinan pelemahan ini bisa memberikan sentimen yang netral. "Pasalnya, di sisi lain harga minyak mentah mengalami penurunan pada beberapa waktu lalu," paparnya.
Baca Juga: Harga minyak brent melonjak lebih dari 5%, masih turun 55% sejak awal tahun
Kemudian, kata Komaidi, apabila pelemahan rupiah ini terus berlanjut sampai beberapa waktu ke depan, maka Pemerintah Indonesia dapat melakukan efisiensi untuk mengantisipasi dampak negatif secara berkelanjutan.