kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengguna batik mark baru 50 perusahaan


Senin, 15 Agustus 2011 / 19:00 WIB
Pengguna batik mark baru 50 perusahaan
ILUSTRASI. Harga emas hari ini (2/11) di Butik Emas Antam turun Rp 2.000 per gram. ANTARA FOTO/Fauzan/pras.


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Test Test

JAKARTA. Pengusaha batik lokal yang menggunakan penanda buatan Indonesia (mark) masih sangat minim. Dari sekitar 15.000 pengusaha batik di dalam negeri, baru 50 perusahaan yang menggunakan batik mark. Padahal, selain berfungsi sebagai tanda bahwa batik tersebut asli buatan Indonesia, mark juga berfungsi menandai kualitas batik.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemperin), Euis Saedah mengatakan meskipun program batik mark sudah diberlakukan sejak tahun 2007, namun peminatnya masih sangat sedikit. Penggunaan batik mark ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 74 tahun 2007 tentang Batikmark. "Yang pakai baru perusahaan-perusahaan besar saja," kata Euis usai acara pembukaan Indonesia Fashion Week 2012, Senin (15/8).

Batik mark adalah label berukuran 2 centimeter (cm) yang ditandai logo bertuliskan Batik Indonesia. Untuk memperoleh batik mark, para pengusaha batik harus mengirimkan contoh kain batiknya untuk diuji di laboratorium Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mengetahui kategori kualitasnya.

Setelah hasil laboratorium keluar, pengusaha kemudian mengurus sertifikasi batik mark di Balai Batik Indonesia. Selanjutnya, batik akan ditandai dengan label tulisan Batik Indonesia berwarna emas untuk batik tulis, warna perak untuk batik cap, dan warna putih untuk batik kombinasi tulis dan cap.

Pengusaha yang sudah memakai batik mark Indonesia antara lain Batik Komar dari Bandung dan Batik Afif dari Yogyakarta. Untuk mengatasi minimnya peminat batik mark, Kemperin akan meminta bantuan pengusaha yang sukses menggunakan batik mark untuk menyosialisasikan batik mark kepada sesama pengusaha.

Menurut Euis, masih sedikitnya pengusaha yang membubuhkan batik mark disebabkan oleh adanya tambahan biaya. Maklumlah, untuk membeli 100 lembar label, pengusaha harus mengeluarkan dana sekitar Rp 7,5 juta.

Meski mahal, namun Taruna Kusmayadi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) memandang batik mark tetap penting agar pengusaha batik lokal bisa meningkatkan daya saing. Batik mark memang berfungsi membedakan antara batik Indonesia dengan batik impor.

Lalu, batik mark juga akan menunjukkan kualitas batik tersebut. Dengan begitu, pengusaha tidak akan sembarangan menetapkan harga dan konsumen tidak akan tertipu membeli batik kualitas rendah dengan harga mahal. "Dengan adanya batik mark, konsumen tidak akan tertipu lagi," kata Taruna.

Batik mark juga penting bagi pengusaha yang ingin menembus pasar internasional. Orang asing akan lebih bisa memahami harga batik yang mahal jika ada label standarisasi yang jelas. Sayang, pemerintah masih minim menyosialisasikan pentingnya batik mark kepada para pengusaha.

Menteri Perindustrian, MS Hidayat juga mengakui pentingnya batik mark. Ia mengatakan, meski China baru sedikit mempelajari motif batik Indonesia, namun mereka sudah dapat memproduksi secara massal, "Tapi batik tulis kita tidak bisa ditiru," kata Hidayat.

Hal ini tentu amat disayangkan. Sebab, batik merupakan salah satu industri andalan dalam negeri. Untuk itu, kata Hidayat, segala hal yang menghambat industri ini akan dikurangi. Untuk itu, Kemperin akan bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dalam memberikan pendidikan khusus demi menyiapkan regenerasi pembatik tulis di sentra-sentra produksi. Selain itu, untuk mengatasi kesulitan bahan baku gondorukem, Kemperin akan bekerjasama dengan Perum Perhutani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×