kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,22   7,62   0.77%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pupuk Indonesia kalah sama China dan Malaysia


Kamis, 03 Agustus 2017 / 20:28 WIB
Pupuk Indonesia kalah sama China dan Malaysia


Reporter: Choirun Nisa | Editor: Yudho Winarto

Harga Gas Mahal, Pupuk Indonesia Kalah Dari China dan Malaysia

JAKARTA. Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) Mulyono Prawiro menyatakan, harga pupuk Indonesia kalah dari China dan Malaysia. Pasal harga gas industri untuk produksi pupuk Indonesia lebih mahal daripada gas di kedua negara tersebut.

Hasilnya, harga pupuk Indonesia pun relatif mahal di pasaran. "Harga pupuk China dan Malaysia itu lebih kompetitif dan murah dibanding kita, jelas kita kalah jauh," ujar Mulyono dalam Seminar Nasional Bank Indonesia dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang bertemakan "Mendorong Peran Industri Hulu pada Perekonomian Nasional" pada Rabu (3/8) di Gedung Bank Indonesia.

Harga gas di Indonesia sebelumnya menyentuh angka US$ 12. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 16/2016 yang mewajibkan penurunan harga gas. Pada bulan Februari harga gas akhirnya turun di kisaran harga US$ 9.

"Meski diturunkan, jika dibandingkan dengan harga gas dunia, Indonesia masih mahal. Apalagi dengan China, kita tidak dapat menahannya," kata Mulyono.

Ke depan, Pusri berniat mengembangkan produk methanol, polietilen dan polipropilen karena permintaan dalam negeri yang begitu besar. Hingga 2017 ini misalnya, permintaan untuk ketiga produk tersebut masing-masing sebesar 200 ribu ton, 600 ribu ton, dan 600 ribu ton.

Selain itu, selama ini produk-produk tersebut selalu mengimpor, tak ada produksi dalam negeri. Namun, seperti produk pupuk lainnya, produk ini pun membutuhkan bahan baku gas. "Jadi ya masih belum bisa dibuat dulu, sebatas studi saja yang diselesaikan," paparnya.

Mulyono mengatakan, pemerintah berniat menurunkan kembali harga gas hingga US$ 6 dan saran ini diterima oleh Pertamina, tetapi ternyata stok gas Indonesia sedang tidak memadai.

Oleh karena itu, kini industri pupuk mengurangi produksi pupuknya dengan mengefisiensi dan melakukan revitalisasi agar biaya produksinya dapat lebih kompetitif.

"Kita amati terus harga gas yang visible untuk industri dan turunannya, jadi kita tetap sharing profit dengan produsen gas. Produsen gas hidup, industri juga hidup," ujar Mulyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×