Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah memiliki tambahan opsi untuk kebijakan pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Opsi tambahan tersebut adalah dengan cara menaikkan harga BBM subsidi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengusulkan, kenaikan harga premium sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter. Namun, usulan kenaikan harga ini harus mendapatkan kesepakatan dengan DPR RI.
"Minggu depan kami akan rapat lagi dengan DPR. Kalau DPR sepakat untuk menaikkan harga, maka APBN-P harus dipercepat," ujar Widjajono, Jumat (20/1).
Menurut Widjajono, harga premiun harus lebih tinggi dari harga LGV dan CNG. Sebab, jika harga premium lebih rendah atau sama dengan harga gas maka program konversi gas tidak akan berjalan dengan lancar.
"Saat ini harga LGV sekitar Rp 5.600 per lsp. Kalau premium Rp 5.500 per liter orang tidak akan berpindah," kata Widjajono. Idealnya, harga LGV dipatok sebesar Rp 5.000 per lsp, sedangkan harga premium sebesar Rp 6.000 per liter. Semakin tinggi disparitas harga, maka makin cepat orang akan beralih ke gas.
Meski harga BBM naik, lanjut Widjajono, program konversi BBM ke BBG tetap berjalan. Kenaikan harga BBM akan mengurangi subsidi. Penghematan subsidi BBM akan dipergunakan oleh pemerintah untuk membangun infrastruktur gas.
Opsi kenaikan harga BBM ini diambil karena PT Pertamina menyatakan ketidaksiapannya untuk mendukung program pembatasan BBM subsidi. Widjajono menyayangkan sikap Pertamina yang tidak mau jujur soal kesiapan infrastruktur. "Harus ada kejujuran diantara kita. Jangan bilang ke pemerintah siap, tetapi bilang ke DPR tidak siap," tandas Widjajono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News