kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Atasi keterbatasan lahan, Kemtan kembangkan tumpang sari tanam rapat


Rabu, 03 Oktober 2018 / 21:10 WIB
Atasi keterbatasan lahan, Kemtan kembangkan tumpang sari tanam rapat
ILUSTRASI. Petani memanen buah timun suri di persawahan


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian tengah mengembangkan pola tumpang sari untuk mengatasi persoalan pangan dan lahan Indonesia.

Bambang Sugiharto, Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan (Ditjen TP) Kementan menyatakan pola tumpangsari sebenarnya telah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia.

Perbedaannya, tumpang sari yang dikembangkan oleh Kementan ini terletak pada peningkatan populasi di setiap lajur tanaman.

“Pada tumpangsari biasa, jarak tanam umumnya mengikuti pola tanam biasa, sedangkan pada tumpang sari yang kami kembangkan dipadukan dengan sistem jajar legowo," ujar Bambang dalam keterangan resmi, Rabu (3/10).

Tumpangsari tanaman dapat berkontribusi pada kesuburan tanah, produktivitas tanaman utama dan supresi terhadap gulma, penyakit, dan infestasi hama.

Tumpangsari tanaman juga menawarkan peluang untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di atas dan di bawah tanah dengan menyediakan makanan dan tempat tinggal melalui mekanismenya dalam peningkatan jumlah biomassa dan keragaman di atas dan di bawah tanah.

Lebih lanjut Bambang menyatakan bahwa tumpangsari tanam rapat memiliki keuntungan, yaitu populasi jagung 2 hektare dan padi 1 hektare yang dibudidayakan pada luasan 1 hektare lahan sawah. Sehingga ada keuntungan 2 hektare dari 1 hektare lahan yang kita usahakan.

Sementara penggunaan benihnya meningkat yaitu jagung 1,5 kali lipat dan padi 2 kali lipat, dan penggunaan pupuknya hanya meningkat 1,5 kali untuk menghasilkan 3 hektare komoditas.

“Pola Tumpangsari ini merupakan terobosan yang bermanfaat ganda, bagi pemerintah meningkatkan produksi dan ketersediaan komoditas, dan bagi petani meningkatkan pendapatan,” tambah Ike Widyaningrum, Kepala Seksi Intensifikasi Padi Irigasi dan Rawa Direktorat Serealia.

Tahun ini Ditjen TP mengawali pengembangan tumpangsari di 9 provinsi, dengan luas 5.400 hektare dari dana pusat dan diikuti dengan pengembangan hingga 17.000 hektare dari dana tugas pembantuan di 18 provinsi. “Kami akan menunjukkan lompatan produksi 3 komoditas padi jagung kedelai sekaligus,” jelas Ike.

Pola tumpangsari yang dikembangkan Ditjen TP adalah Padi – Jagung, Jagung – Kedelai, Padi – Kedelai. Sedangkan lahan yang dianggap cocok untuk dikembangkan tumpangsari disesuaikan dengan musim, yaitu lahan sawah irigasi untuk penanaman pada akhir musim hujan, lahan rawa setelah penanaman padi yang pertama, lahan sawah tadah hujan untuk penanaman pada awal musim hujan dengan populasi rapat, dan lahan kering untuk penanaman pada awal musim hujan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×