Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Tercatat saat ini sebanyak 131 izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Kalimantan Utara (Kaltara) belum menempatkan atau memperpanjang jaminan reklamasinya sepanjang tahun lalu.
Untuk penempatan jaminan tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) Kaltara melalui Dinas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan surat pemberitahuan atau penyampaian kepada pemegang IUP dengan surat nomor 530/65/ESDM tanggal 03 Februari 2017.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pemegang IUP yang belum menyelesaikan kewajiban reklamasi dan pasca tambang dan tidak menanggapi surat peringtan ketiga melalui surat kabar akan dilakukan pemanggilan.
Gubernur pun memiliki kewenangan untuk langsung menagih. Hal itu sesuai dengan Undang-undang no. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Untuk IUP, sebagian besar belum menempatkan jaminan reklamasi 2016. Sebagian belum memperpanjang masa penjaminan," katanya kepada KONTAN, Minggu (12/3).
Bambang menambahkan, sesuai dengan PP 78/2010 dan Permen ESDM 07/2014 tentang reklamasi dan pasca tambang, setiap pemegang IUP eksplorasi maupun IUP OP diwajibkan menempatkan jaminan reklamasi pasca tambang berdasarkan laporan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang yang telah dibuat oleh pemegang IUP baik eksplorasi maupun operasi produksi.
Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan bahwa dalam Permen ESDM No. 07 Tahun 2014, pasal 43 ayat (1), disebutkan, pemegang IUP Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi tahap operasi produksi sesuai dengan dokumen rencana reklamasi yang telah disetujui oleh Bupati/Walikota pada lahan terganggu akibat kegiatan operasi produksi.
Kemudian, pada Pasal 45, disebutkan pemegang IUP Operasi Produksi wajib melaksanakan kegiatan pasca tambang sesuai dengan dokumen rencana pasca tambang yang telah disetujui Bupati/Walikota paling lambat tiga puluh hari kalender setelah kegiatan penambangan, pengolahan, dan atau pemurnian berakhir.
“Ini yang menjadi dilema sekarang. Pada masa yang lalu, banyak IUP Operasi Produksi yang diterbitkan Bupati dan Walikota tidak sesuai ketentuan. Akibatnya, kegiatan reklamasi dan pasca tambang sulit dilakukan karena pedoman kerjanya tidak ada,” jelasnya kepada KONTAN, Minggu (12/3).
Hendra menyarankan, pemerintah harus serius menyelidiki mandegnya kegiatan reklamasi dan pasca tambang di wilayah Kaltara. Harus dimulai dari hulu pada saat proses pengajuan peningkatan IUP Operasi Produksi pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota.
“Dari sinilah akan terlihat siapa yang bermain dibalik penerbitan IUP Operasi Produksi yang melanggar hukum itu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News