kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

2019, produksi karet diramal capai 3,8 juta ton


Minggu, 04 Januari 2015 / 18:03 WIB
2019, produksi karet diramal capai 3,8 juta ton
ILUSTRASI. Kode Redeem FF Hari ini 14 Juli 2023, Klaim Reward Costume Bundle hingga Room Card!


Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Laju pertumbuhan produksi karet selama empat tahun ke depan diprediksi akan tumbuh berkisar 3,5% setiap tahunnya. Namun produksi bisa saja dibawah target. Sebab, saat ini petani karet mulai memilih enggan menanam karet. Sementara, pasar ekspor juga menahan diri membeli produksi karet nasional.

Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi produksi karet naik sekitar 3,5%. Rinciannya, pada tahun 2015 produksi karet sebesar 3,32 juta ton.

Lalu 2016 sebesar 3,43 juta ton, 2017 sebesar 3,68 juta ton. 2018 sebesar 3,68 juta ton dan terakhir pada 2019 sebesar 3,8 juta ton.

Lukman Zakaria, Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKARINDO) mengatakan, target produksi yang dicanangkan tidak realistis. Sebab, praktiknya di lapangan saat ini petani urung menanam karet.

Petani karet mulai beralih ke tanaman komoditas lain yang harganya lebih tinggi ketimbang karet. Persoalan harga menjadi masalah sensitif di kalangan petani untuk tetap semangat menanam karet.

Belum lagi soal infrastruktur misalnya jalan, transportasi dan izin perluasan lahan. Kalau persoalan tersebut masih jadi kendala sulit untuk mencapai target produksi yang berakhir dengan 3,8 juta ton.

Sementara harga karet belum juga menunjukkan tanda-tanda kenaikan membuat petani karet mengalihkan tanaman lain. Misalnya, kelapa sawit, palawijaya dan singkong. Hal ini telah terjadi di Sumatera Selatan dan Lampung yang telah menjadi sentra produksi karet.

Penyebabnya karena harga karet yang mencatat harga terendah sepanjang empat tahun terakhir. Pada tahun 2011 Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) mencatat harga karet sempat mencapai USD 5 per kilogram (kg).

Lalu pada tahun 2012 mengalami penurunan hingga USD 3 per kg dan bertahan sampai tahun 2013. Terakhir pada tahun 2014 melandai hingga mencapai USD 2 per kg.

Padahal harga karet yang baru dirasakan petani untung mencapai USD 3 per kg. Harga hingga Desember bertengger dikisaran USD 1,48 per kg. Penyebabnya, negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia menahan diri membeli komoditas ekspor terkait stock karet yang melimpah.

Terkendala perluasan lahan

Disamping itu, upaya meningkatkan produktifitas karet juga terkendala soal perluasan lahan. Lukman mengatakan, petani karet terdesak untuk memperluas lahan. Soalnya, petani kalah cepat dengan pengusaha yang membeli lahan.

“Tambahan lahan 0,5 ha sulit jadi memang tidak mungkin produksi bisa naik sebegitu tinggi. Paling berkisar di 3,2 juta ton sampai 3,3 juta ton setiap tahunnya,” jelasLukman pada Minggu (4/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×