Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTa. Lantaran keberatan dengan kenaikan pajak air bawah tanah di berbagai daerah, para pengusaha air minum dalam kemasan akan mengajukan surat keberatan mereka ke pemerintah.
Namun, menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Hendro Baroeno, para pengusaha baru mengajukan surat keberatan penerapan pajak air ke pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. "Surat pengajuan dilakukan pada 8 Maret lalu," katanya, kepada KONTAN, kemarin (23/3).
Saat ini, baru Pemprov Bali yang sudah menetapkan kenaikan pajak air tanah. Besarannya bervariasi, namun rata-rata sekitar Rp 2.300 per m³. Di sejumlah kabupaten di Bali, penerapan pajak air tanah yang baru ada yang melonjak hingga 1.000% dibanding sebelumnya. Ini yang membuat pengusaha air minum kemasan keberatan.
Akibat kenaikan pajak air hingga 10 kali lipat itu, sejumlah perusahaan air minum skala besar harus membayar pajak Rp 800 juta-Rp 900 juta per bulan. Padahal, sebelumnya mereka hanya membayar Rp 80 juta-Rp 90 juta per bulan. “Ini tentu mengganggu cash flow. Potensial lost yang dihasilkan dari kenaikan tersebut mencapai Rp 400 juta,” kata Hendro.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Provinsi Bali Putu Suardika, sebelumnya mengungkapkan kenaikan pajak air tanah tersebut ditujukan untuk memperbaiki pasokan air bersih masyarakat. Pasalnya, sekitar 100 sungai di Bali kering dan banyak danau yang airnya surut 5 meter-6 meter.
Menurut Hendro, sebetulnya pengusaha tak mempermasalahkan pajak, asal besarannya tidak kelewat tinggi. Ia bilang, pengusaha memang perlu memberi kontribusi untuk lingkungan yang diambil airnya. "Masalahnya, pajak itu bukan untuk kompensasi lingkungan, tapi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD)," tukasnya. Hitungannya, 70% untuk Pemkab dan 30% Pemprov.
Karena masuk ke PAD, maka dananya bisa dipakai untuk berbagai keperluan, dan belum tentu dipergunakan untuk keperluan reservasi air. Karenanya, pengusaha mengajukan keberatan.
Hendro bilang, pengusaha juga akan mengajukan keberatan ke pemerintah daerah daerah lain. Namun, mereka belum mengajukan keberatan resmi karena daerah lain di luar Bali belum mensahkan tarif pajak air tanah.
Salah satunya adalah Jakarta. Namun, kenaikan kenaikan pajak air di Jakarta bisa hingga belasan kali lipat. Tarifnya saat ini Rp 525 – Rp 3.000 per m³ bisa naik menjadi
Rp 8.000– Rp 20.000 per m³.
Sementara Pemda Bogor kemungkinan akan menaikkan pajak air tanah hingga 100% menjadi Rp 960 per m³.
Catatan saja, sejak era otonomi daerah, pemda-pemda berlomba menerapkan pajak air tanah untuk mendongkrak pendapatan asli daerah.
Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian Warsono mengatakan, tarif pajak air tanah untuk setiap daerah memang berbeda-beda. Sebab, yang menentukan tarif retribusi air tanah adalah masing-masing daerah. "Ada beberapa daerah yang tarifnya lebih tinggi dengan alasan harga air minum dalam kemasan lebih mahal," ujarnya.
Warsono menambahkan, Kementerian Perindustrian tak punya wewenang mengaturnya. Tapi, ke depan, pemerintah akan membuat aturan mengenai hal ini. "Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum sedang menyusun peraturan retribusi atau pajak air tanah," ujarnya .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News