Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT ABM Investama Tbk (ABMM) memproyeksikan bakal mampu memproduksi sekitar 12 juta ton-13 juta ton batubara pada tahun 2020. Jumlah tersebut sebenarnya lebih rendah dari target awal yang tercantum dalam Rancangan Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) ABMM di tahun ini sebesar 15 juta ton.
Dalam catatan Kontan, hingga kuartal I-2020 lalu, ABMM mampu memproduksi 3,4 juta ton batubara atau setara dengan 22,7% dari target produksi di tahun ini.
Baca Juga: Anak usaha ABMM dapat kontrak baru Rp 348,68 miliar
Direktur ABM Investama Adrian Erlangga mengatakan, proyeksi tersebut didasari oleh adanya perlambatan produksi yang terjadi di bulan April lalu. Maklum, saat itu wabah Corona mulai menyerang Indonesia dan membuat banyak pelaku industri terkejut.
ABMM pun memberlakukan lockdown di area tambangnya. Walau operasional masih berjalan, ABMM tidak mengizinkan orang dari luar datang ke area tambang. Begitu pun sebaliknya, para pekerja ABMM tetap tinggal di sekitar area tambang sampai keadaan membaik.
Selain itu, gangguan cuaca juga mempengaruhi proses produksi batubara ABMM, khususnya di wilayah tambang perusahaan yang ada di Aceh. Di sana, produksi batubara ABMM terkendala oleh angin monsun barat yang bergerak dari Samudera Hindia. Hal ini berlangsung tiap bulan Mei hingga Juli. “Kalau produksi batubara di tambang yang ada di Kalimantan Selatan stabil tidak ada gangguan cuaca,” kata Adrian, Kamis (18/6).
Oleh karena itu, manajemen ABMM tetap berniat mengajukan revisi RKAB demi menambah produksi batubara di tambang Kalimantan Selatan yang dikelola anak usaha, PT Tunas Inti Abadi, sekitar 500.000 ton—600.000 ton. “Minggu ketiga di bulan Juni akan kami ajukan revisi RKAB tersebut ke pemerintah,” ujar dia.
Baca Juga: Dihantam Corona (Covid-19), Produsen Batubara Bakal Merombak Rencana Kerja
Adrian pun tetap optimistis terhadap prospek kinerja ABMM di tahun ini. Kendati harga batubara global masih cenderung turun akibat pandemi dan sentimen lainnya, permintaan batubara tidak menunjukkan tanda-tanda pengurangan.
Pasalnya, kebutuhan energi di berbagai negara masih tergolong tinggi. Sejumlah negara di Asia seperti India, Vietnam, dan Thailand memiliki proyek-proyek pembangkit listrik yang membutuhkan suplai batubara yang besar dari Indonesia. “Investasi di sektor batubara masih potensial,” tandas Adrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News