kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Acset Indonusa (ACST) punya dana tertahan Rp 6 triliun dari proyek tertunda


Jumat, 27 September 2019 / 21:40 WIB
Acset Indonusa (ACST) punya dana tertahan Rp 6 triliun dari proyek tertunda
ILUSTRASI. Kapal tongkang pengaduk semen milik PT Acset Indonusa Tbk


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Acset Indonusa Tbk (ACST) miliki dana tertahan sebesar Rp 6 triliun dari proyek Jakarta-Cikampek elevated. Adapun hal tersebut lantaran penyelesaian proyek mundur dari Maret menjadi November nanti.

Jeffrey Gunadi Chandrawijaya, Direktur Utama Acset Indonusa menjelaskan, suntikan dana sebesar Rp 4 triliun dari United Tractors sebagai dana standby. "Karena kami miliki uang tertahan Rp 6 triliun," jelasnya di Bursa Efek Indonesia, Jumat (27/9).

Baca Juga: Acset Indonusa (ACST) masih berupaya kejar target kontrak tahun ini

Lebih lanjut, ia bilang dana tersebut bukan untuk proyek baru perseroan melainkan standby karena ada proyek turn key payment yaitu Jakarta-Cikampek elevated yang mundur. Sehingga suntikan dana tersebut disebutnya juga untuk memberikan kenyamanan kepada kreditornya.

Menilik laporan keuangan perseroan hingga semester I, emiten dengan kode saham ACST memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 156,01 miliar.

Direktur Acset Indonusa Djoko Prabowo menambahkan saat ini pembangunan telah mencapai 97% dan secara fisik. Karenanya, November nanti bisa selesai selesai secara fisik.

"Sekarang sudah 97%, tinggal yang kecil-kecil aja tetapi durasinya bisa panjang," lanjutnya. Sedangkan, untuk pencairan pembayaran proyek senilai Rp 6 triliun tersebut dilakukan satu bulan setelah serah terima.

Baca Juga: Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II dapat difungsikan saat natal 2019

Sepanjang semester I lalu, ACST mencatatkan pendapatan sebesar Rp 1,55 triliun atau turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan perseroan didominasi oleh sektor infrastruktur sebesar 71%, konstruksi sebesar 13%, pondasi sebesar 8%, dan sektor lainnya sebesar 8%.

Sedangkan, untuk bottom line tercatat rugi bersih senilai Rp 404 miliar yang disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian beberapa proyek CPF dan struktur. Keterlambatan tersebut menimbulkan peningkatan biaya pendanaan, biaya overhead, dan tambahan biaya percepatan penyelesaian proyek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×