kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ada Potensi Harga Listrik Energi Baru Ditetapkan Pemerintah Pusat


Rabu, 25 Januari 2023 / 08:15 WIB
Ada Potensi Harga Listrik Energi Baru Ditetapkan Pemerintah Pusat
ILUSTRASI. Energi Baru Terbarukan (EBT) : Petugas memeriksa panel surya usai peresmian pengoperasian PLTS


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

Direktur Eksekutif  Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyampaikan, gambaran peraturan dalam DIM RUU EBET sejatinya sudah mengutamakan aspek kompetisi karena mekanisme pertama berdasarkan kesepakatan para pihak.

Adapun tren harga Energi Terbarukan dalam beberapa tahun terakhir mengalami tren penurunan. Lewat mekansime ini pemerintah dan perusahaan listrik dapat menikmati manfaat dari dampak penurunan harga teknologi ini.

“Nantinya kalau harga tidak tercapai melalui negosiasi maka pemerintah akan menetapkan itu. Namun hal ini tidak terlalu relevan bagi Energi Terbarukan. Tetapi jika di sektor Energi Baru mungkin bisa,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (24/1).

Meski begitu, jika harga Energi Baru diberikan keistimewaan melalui penugasan Pemerintah Pusat, Fabby menilai, hal ini dapat berdampak pada level playing of field yang tidak seimbang antara sektor Energi Baru dengan sektor Energi Terbarukan.

Dia mencontohkan, investasi untuk PLTN memakan biaya yang sangat besar. Tentu harga listrik juga akan mahal mengikuti biaya investasi pembangkit tersebut. Namun, jika tidak memenuhi kesepakatan antara pihak, maka harga listrik PLTN bisa diserahkan pada penugasan Pemerintah Pusat.

Baca Juga: Airlangga Hartarto: Oversupply Listrik Hingga 5 GW Jadi Kendala Pengembangan EBT

“Ini yang menurut saya harus berhati-hati. Jangan sampai itu dipakai untuk misalnya kesempatan PLTN yang tidak bisa bersaing harganya, menggunakan pasal itu lalu kemudian pemerintah menetapkan harga listrik yang lebih tinggi dan masyarakat memberikan subsidi lebih besar,” ujarnya.

Adapun jika peraturan ini diterapkan, akan berdampak pada tidak kompetitifnya harga listrik dari Energi Terbarukan.  

Menurut Fabby idealnya harga listrik dari Energi Baru ditetapkan berdasarkan penawaran. Jika nanti diperlukan insentif tambahan, pemerintah dapat memberikannya melalui instrumen insentif. Jika harga Energi Baru ditetapkan oleh penugasan Pemerintah Pusat, sektor Energi Baru ibarat mendapatkan insentif ganda.

“Jadi Energi Baru yang investasinya mahal dan tidak terlalu diperlukan malah diprioritaskan. Justru akan menganggu pengembangan energi terbarukan yang sudah semakin murah dan kompetitif,” jelasnya.

Fabby yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menjelaskan, untuk mendukung pengembangan Energi Terbarukan, harga harus mencerminkan biaya keekonomian dan marjin yang wajar untuk pengembang sesuai dengan tingkat risikonya.

Dia mengusulkan agar pemerintah menambahkan klausul yang mendukung penetapan harga Energi Terbarukan berdasarkan penugasan Pemerintah Pusat  khusus untuk daerah terpencil yang mengalami krisis energi.

Menurutnya banyak pulau di Indonesia yang masyarakatnya tinggal terpisah-pisah dan penyediaan energi listrik butuh investasi yang mahal.

“Kasus begini yang kebijakan harga energinya harus diintervensi pemerintah. Kalau disuruh kompetitif tidak bisa juga karena economic of scale tidak terpenuhi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menegaskan bahwa saat ini RUU EBET baru terbentuk DIM.

“DIM dari pemerintah nanti akan dibahas di dalam pembahasan dengan Komisi VII,” ujarnya saat dihubungi terpisah.

Baca Juga: Menteri ESDM Minta Pengembangan Mineral Kritis Diprioritaskan untuk Percepatan EBT

Maman menyatakan, pihaknya akan mendorong RUU EBET bisa betul-betul memberikan kemanfaatan untuk masyarakat luas dan berkeadilan.

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto menyatakan, secara umum ada tiga bentuk pendekatan penentuan tarif. Bila mekanisme negosiasi gagal, baru Pemerintah Pusat menetapkan tarif penugasan.

“Menurut yang saya pahami, selisih tarif dengan harga keekonomiannya menjadi besaran kompensasi pemerintah kepada PLN. Pastinya nanti akan ada pembahasan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×