Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Nellys Soekidi menilai temuan beras yang diduga mengandung bahan plastik di Bekasi, Jawa Barat, sebagai bagian dari persaingan usaha yang tidak sehat. Polemik masalah ini telah membuat pedagang di pasar tradisional merugi.
Nellys mengatakan, ada beberapa hal yang tidak masuk logika dari polemik beras sintetis ini. Menurut dia, jika pencampuran beras dengan plastik disengaja untuk mendapatkan keuntungan, maka hal tersebut mustahil dilakukan.
"Kalau orang nyampur itu kan tujuannya keuntungan, sementara plastik ini lebih mahal dibanding beras,” kata Nellys dalam sebuah diskusi, Jakarta, Sabtu (23/5).
Ia mengatakan, jaringan pedagang beras biasanya sudah memiliki pelanggan. Seperti halnya toko milik Sembiring, yang mengaku mendapatkan pasokan beras dari Karawang. Nelly sangat yakin bahwa Sembiring tidak tahu bahwa beras yang dijual mengandung bahan plastik.
Jika beras yang didapatkan oleh Dewi Septiani itu merupakan beras rekondisi, kata Nellys, beras-beras yang sudah hancur biasanya diubah menjadi tepung beras. Kalaupun kondisinya lebih buruk lagi, maka beras tersebut akan dijadikan pakan ternak.
Nellys yang sudah berkecimpung dalam perdagangan beras selama 26 tahun mengaku prihatin atas polemik ini. Akibat adanya isu beras plastik, kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional menurun. Omzet pedagang beras pun anjlok.
Perpadi mendorong kepolisian mengungkap motif di balik kasus ini. Menurut dia, mustahil bagi para produsen beras untuk mencampur dengan bahan yang harganya lebih tinggi dan mendapat risiko ditinggal pelanggan.
"Mungkin ada pihak-pihak lain yang membuat suasana menjadi seperti ini. Banyak kemungkinan," ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyampaikan, dengan adanya kejadian ini, pedagang maupun konsumen seharusnya lebih berhati-hati dan cerdas dalam memilih produk yang akan dijual atau dikonsumsi. Namun, ia menyayangkan karena setiap kali ada kejadian bahan pangan tidak sehat, yang menjadi sasaran adalah pedagang kecil.
"Setiap ada seperti itu, yang jadi sasaran adalah pedagang kecil di pasar tradisional. Apakah pernah ada sidak di pasar modern?" kata Ngadiran. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News