kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.834   -94,00   -0,60%
  • IDX 7.456   -36,12   -0,48%
  • KOMPAS100 1.155   -4,46   -0,38%
  • LQ45 915   -5,13   -0,56%
  • ISSI 226   -0,31   -0,14%
  • IDX30 472   -2,63   -0,55%
  • IDXHIDIV20 569   -3,89   -0,68%
  • IDX80 132   -0,47   -0,35%
  • IDXV30 140   -0,44   -0,31%
  • IDXQ30 157   -0,93   -0,59%

Ada yang salah dalam kebijakan pengelolaan energi


Kamis, 01 Agustus 2013 / 09:11 WIB
Ada yang salah dalam kebijakan pengelolaan energi
ILUSTRASI. Petugas memeriksa alat otomatis penuh untuk RT PCR COVID-19 di Lab Prodia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Lama menghilang dari publikasi, Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Ari Sumarno, kembali terlihat media di acara diskusi bertajuk “Membangun Paradigma Baru Kemandirian Energi” yang digelar di Galeri Café Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta Pusat, Rabu (31/7).

Dalam acara diskusi itu, Ari memberikan pendapatnya terkait kemandirian energi. Menurut Ari, ada kesalahan dalam kebijakan pengelolaan energi di Indonesia. Dia menilai, kebijakan pengelolaan energi di Tanah Air selama ini tidak memiliki visi jangka panjang ke depan.

Ari menegaskan, saat ini Indonesia sebaiknya tak perlu berkepanjangan mencari siapa yang salah dalam pembuatan kebijakan pengelolaan energi di masa lalu. "Kalau kita lihat ke belakang terus, pasti kita menabrak siapa saja," kata Ari.

Saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, lanjut Ari, negeri ini mewarisi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa. "Sayangnya, sumber daya alam fosil dan mineral mau tak mau memang akan habis," imbuh dia.

Persoalan pelik yang terjadi saat ini, menurut dia, adalah produksi minyak dalam negeri yang sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pasar domestik. Hal ini disebabkan besarnya tingkat konsumsi akibat pertumbuhan ekonomi dan ledakan jumlah penduduk. "Sekarang, konsumsi minyak nasional sudah mencapai 1,6 juta barel per hari," jelas Ari.

Kondisi itu, kata Ari, tak lepas dari kebijakan pengelolaan energi selama ini yang tidak memiliki visi jangka panjang ke depan. Akibatnya, Indonesia kini menjadi salah satu negara pengimpor minyak terbesar. "Saat ini impor BBM kita sudah mencapai 50% dari jumlah konsumsi BBM kita. Celakanya, infrastruktur kita cuma begitu-begitu saja," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×