Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Indonesian Mining Association (IMA) dan Komisi VII melakukan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Mulia pada Senin 23 November 2020. Disana dipaparkan soal perbedaan keekonomian proyek smelter nikel, bauksit, dan tembaga.
Informasi yang sampai ke KONTAN.co.id, dalam forum itu juga membahas soal potensi kerugian yang akan ditanggung MIND ID sebagai pemegang 51% saham PT Freeport Indonesia jika jadi membangun smelter. Kerugian itu menjadi bahasan hangat dalam FGD tersebut.
Seperti diketahui, keekonomian proyek smelter masing-masing mineral berbeda. Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas pernah mengungkapkan, nilai tambah nikel dan tembaga berbeda. Gambarannya, ore atau bijih nikel menjadi ferro nikel itu memiliki nilai tambah 60%-70% dan ore nikel ke nikel matte nilai tambahnya 75%.
"Kalau konsentrat tembaga itu bandingannya sama (ferro nikel dan nikel matte), jangan dibandingkan ore nikel. Konsentrat itu nilai tambahnya sudah 95% kalau masuk smelter jadi 100%. Masa nikel pig iron yang nilai tambahnya 4%-6% sudah dianggap produk akhir?" imbuh dia.
Tony mengungkapkan, membangun smelter nikel lebih untung daripada menjual ore atau bijih nikel. Harga ore nikel untuk kadar 2% harganya US$ 50 per ton. Ongkos produksi masuk smelter US$ 10.000 per ton, sekarang harga produk nikel yang sudah diolah US$ 15.000 per ton.
"Kan ada untung US$ 2.500 per ton. Saya mau bangun smelter kalau untungnya sama kayak smelter nikel. Ongkos gali ore nikel cuma US$ 20 per ton. Bandingkan dengan harga konsentrat tembaga sekarang sekitar US$ 2,80 per pound, kalau sudah jadi katoda tembaga harganya US$ 3 per pound. Sedikit marginnya tidak bisa menutup biaya investasi proyek. Harga konsentrat adalah dikurangi biaya pengolahan dan pemurnian. Itu rumusnya," ungkap dia.
Dengan perhitungan itu Tony pernah menghitung, jika Freeport membangun smelter dengan kapasitas 3 juta ton per tahun. Maka akan ada kerugian US$ 300 juta per tahun. Atas dasar itu maka, PTFI hanya akan membangun smelter tembaga baru di JIIPE, Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 1,7 juta ton untuk smelter baru. Kemudian 300.000 ton lainnya akan dikerjakan melalui penambahan kapasitas di smelter eksisting, yakni PT Smelting. Sebelumnya Freeport akan membangun smelter dengan kapasitas 3 juta ton.
Tidak terkecuali dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT). Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Rahmat Makkasau mengatakan, Amman mineral saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap penyelesaian proyek smelter.
"Keterlambatan dikarenakan kondisi Covid-19 dan serta evalusi keekonomian project mengharuskan kami melihat semua aspek, terlebih penyelesaian proyek yg juga harus di sesuaikan waktunya," kata dia saat dihubungi KONTAN, Jumat (27/11).
Kata Rahmat, terkait kapasitas smelter akan disesuaikan dengan internal production termasuk jika ada rencana pengembangan tambang.
"Sebelumnya Amman Mineral berencana mengembangkan kapasitas smelter tembaga 1,3 juta ton pertahun dan diyakini saat ini kemungkinan kapasitas yang di jajaki adalah sekitar 900.000 pertahun," ucap Rahmat yang juga Wakil Ketua Umum Indonesian Mining Association (IMA).
Kata dia, keekonomian smelter tembaga merupakan suatu tantangan tersendiri bari perusahaan. "Kami subsidi operasi smelter sekitar UUS$ 130 juta per tahun kalau itu terbangun," kata Rachmat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News