kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AETI: Perdirjen Kemendag tak lagi mengharuskan verifikasi asal bijih timah


Rabu, 03 Maret 2021 / 22:10 WIB
AETI: Perdirjen Kemendag tak lagi mengharuskan verifikasi asal bijih timah
ILUSTRASI. Gudang timah di Bangka Belitung


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Industri komoditas timah dan peran Competent Person di Indonesia, dipandang BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID (Mining Industry Indonesia), yang beranggotakan PT Timah Tbk saat ini cukup memprihatinkan.

Dalam tata kelola niaga komoditas timah misalnya, merujuk pada Kepmen ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 disebutkan bahwa salah satu persyaratan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) adalah dengan adanya validasi neraca cadangan pada suatu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) oleh Competent Person.

Neraca cadangan hanya dapat dibuat jika perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) melakukan kegiatan eksplorasi. Sementara, Competent Person memiliki peran strategis dalam validasi neraca cadangan, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap akuntabilitas dan profesionalisme atas jasa yang diberikan.

CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak menyatakan kalau pihaknya prihatin dengan kondisi tata kelola niaga dan peranan serta pengawasan atas laporan Competent Person terkait validasi neraca cadangan. "Jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Competent Person maka seharusnya ada sanksi yang dikenakan terhadap oknum tersebut,” jelasnya dalam keterangan resmi Rabu (3/3).

Keprihatinan BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID (Mining Industry Indonesia) akan kondisi industri timah di Tanah Air, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto berawal dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang tidak sesuai. Kondisi tersebut berisiko membuka jalan bagi aktivitas penambangan ilegal.

Alhasil, Jabin menambahkan kalau yang terjadi saat ini produksi PT Timah mengalami penurunan, padahal dalam RKAB mereka volume produksi dari tahun ke tahun masih sama, atau bahkan sempat berencana menambah produksi. 

"PT Timah kan penguasa area tambang terbesar, (kalau produksi turun) ini barometer, indikasi adanya kebocoran dan mereka (PT Timah) yang juga member AETI mengeluh mengenai ini," ungkap Jabin kepada Kontan, Rabu (3/3).

Ditambah lagi, jika sebelumnya surveyor wajib melakukan verifikasi sumber bijih Timah, kini lewat Perdirjen Kemendag itu tidak diperlukan lagi. Sehingga, kondisi tersebut dipandang Jabin cukup rentan terhadap risiko adanya pertambangan ilegal. 

Beberapa kasus yang sempat dia temukan menunjukkan, tidak ada pengecekan lagi atas penerbitan RKAB yang diterbitkan dari provinsi. Bahkan, RKAB yang harusnya adalah rencana kerja tahunan saat ada RKAB yang terbit di September, justru sudah bisa mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) untuk satu tahun yang mana sumber cadangannya patut untuk dipertanyakan.

RKAB saat hanya dinilai dari Competent Indonesia (CPI) Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC). Padahal, sebelumnya untuk disetujui RKAB harus memiliki verifikasi dari CPI Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE) dan CPI PHC. Selain itu, Jabin menilai masih dibutuhkan penambahan CPI sekitar 3-5 CPI PHC.

"Mungkin verifikasi tersebut bisa dihadirkan kembali. Dimana, RKAB 2021 masih ada yang diterbitkan dari provinsi yang menunjukkan ada kekurangan CPI PHC," tambahnya.

Ke depan, Jabin juga merekomendasikan Kementerian ESDM pusat untuk melakukan pengajuan PE, serta meninjau kembali RKAB yang tidak sesuai aturan. Penerapan sanksi tegas bagi CPI pelanggar juga perlu dilakukan. 

"Minimal harus dibekukan sementara izinnya sampai sesuai dengan aturan yang ada. Mereka yang kurang lengkap boleh ekspor, kami yang menghargai aturan justru tidak bisa ekspor," tandasnya.

Ditanya lebih lanjut terkait keprihatinan akan kondisi industri Timah Tanah Air, CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak menyampaikan, untuk menghasilkan neraca cadangan perlu ada kegiatan pendahuluan yang tidak mudah. Itu sesuai ketentuan yang mencakup adanya kegiatan eksplorasi dan lainnya, yangmana membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. 

"Banyak pihak terkait dalam proses sejak tambang sampai menjadi logam timah dan diekspor. Salah satu syaratnya adalah tersedianya neraca cadangan yang divalidasi oleh pendapat Competent Person," jelasnya kepada Kontan, Rabu (3/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×