kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Antam bangun smelter senilai US$ 4 miliar di Halmahera


Selasa, 01 Maret 2011 / 18:11 WIB
ILUSTRASI. Kantor dan pelayanan PT ASABRI (Persero) di Jakarta. KONTAN/Muradi/2018/12/19


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. PT Aneka Tambang berencana membangun pabrik pengolahan (smelter) bijih nikel di Halmahera. Perusahaan tambang plat merah ini bakal menggandeng perusahaan tambang asal Perancis, Eramet SA.

Kapasitas pabrik pengolahan ini mencapai 27.000 ton per tahun dan diharapkan mulai berproduksi komersial pada 2014. "Sekarang masih dalam proses fissibility study.," ujar Direktur Utama Antam, Alwin Syah Loebis, Selasa (1/3).

Alwin bilang nilai investasi untuk pembangunan smelter itu mencapai US$ 3 hingga US$ 4 miliar. Jumlah itu, kata Alwin untuk kesemuanya termasuk juga dengan infrastrukturnya. Dalam proyek tersebut, kepemilikan saham antam mencapai 10% sedangkan Eramet sebesar 90%.

ANTAM memiliki rencana untuk membangun lima pabrik pengolahan sepanjang 2010-2014. Tiga diantaranya sudah jelas. Sementara dua sisanya masih dalam tahap kajian skema pembangunannya yakni smelter bijih besi nikel di Halmahera.

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) menilai industri hilir pertambangan dan mineral, membutuhkan insentif untuk membangun pabrik pengolahan dan peleburan (Smelter) yang mampu menciptakan nilai tambah. Tanpa insentif perusahaan tambang sulit memenuhi kewajiban untuk mengolah produk mentahnya di dalam negeri.

“Kita khawatirkan pasca terbitnya UU Minerba No 4/2009 tentang kewajiban pengolahan dan pemurnian, banyak perusahaan tambang belum siap melaksanakanya. Sampai saat ini sebagian besar produk tambang dan mineral masih banyak yang diekspor dalam bentuk mentah,” kata Ketua Umum Perhapi Irwandy Arif.

Namun pasca diterbitkan, kata Irwandy masih banyak perusahaan tambang dan mineral pemilik kuasa pertambangan yang hanya menjual produk mentahnya tanpa diolah, bahkan disinyalir mayoritas perusahaan tambang tidak memiliki pabrik pengolahan. Padahal produk olahan nilai jualnya puluhan kali lipat dibandingkan produk mentah.

“Regulasi pemerintah seharusnya memberikan kemudahan dan dorongan bagi perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan. Waktu lima tahun untuk membangun pabrik pengolahan yang disyaratkan pemerintah, sulit direalisasikan. Rata-rata untuk membangun smelter membutuhkan waktu tujuh tahun,” ungkapnya.

Lebih lanjut Irwandi menyebut dana investasi untuk membangun pabrik pengolahan juga relatif besar, untuk pengolahan batubara misalnya butuhkan dana sebesar US$ 600 juta. Dan sampai saat ini belum banyak investor yang berminat untuk membangun pabrik pengolahan produk pertambangan dan mineral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×