Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Anggota Komisi VI DPR RI (12/9) menyampaikan kekhawatirannya soal ketersediaan nikel untuk memasok proyek raksasa industri terintegrasi hulu-hilir baterai kendaraan listrik. Adapun saat ini pihak PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) masih dalam proses perhitungan valuasi cadangan nikel untuk memenuhi kebutuhan hulu di proyek ini.
Sebagai gambaran, Direktur Utama Antam, Nico Kanter menjelaskan, nikel terdiri dari dua kelas. Nikel kelas kedua ini ialah nikel pig iron atau feronikel yang sudah bisa diproduksi di Morowali menjadi produk turunan yaitu stainles steel, baja.
Nikel kelas satu adalah yang diproduksi menjadi Mix Hydroxide Precipitate (MHP) atau Mix Sulfide Precipitate (MSP), bahan-bahan menjadi prekursor atau katoda yang nantinya akan menjadi baterai kendaraan listrik. Untuk nikel kelas satu ini, belum ada pabriknya.
Perihal valuasi sumber daya yang akan dipasok Antam dalam proyek baterai listrik ini, Nico mengakui, pihaknya sedang melakukan perhitungan yang komprehensif dibantu dengan konsultan teknikal. Pasalnya, ini sumber daya ini yang akan menjadi modal Antam nantinya.
Baca Juga: Laba Bersih Merdeka Copper Gold (MDKA) Melejit 1.549% di Semester I-2022
“Pada akhirnya sebelum kita akan menginvestasikan ini tentunya harus mendapatkan persetujuan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), jadi kami akan valuasi ini dengan sebaik mungkin. Itu adalah sumber yang di-convert sebagai cadangan dan akan dihitung. Hasil hitungan ini akan menjadi modal di RKAF maupun di HPAL,” jelasnya dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (12/9).
Nico memastikan, pihaknya akan melakukan studi komprehensif untuk mengetahui sumber yang Antam miliki. Dia mengatakan, saat ini masih jadi perdebatan karena pihak yang bekerja sama menggunakan basis standar internasional yang melihat cadangan (reserve) saja. Namun, sumber (resources) yang dimiliki ANTM belum di-convert sebagai cadangan sehingga perlu dihitung.
Nico menegaskan karena pihaknya yang memasok bahan baku, tentu dalam konsorsium di hulu ini menjadi pihak mayoritas.
“Apalagi ini hulu karena ini terkait sumber daya alam. Kita nggak akan membiarkan partner memiliki mayoritas,” tegasnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Antam telah menandatangani Venture Agreement dengan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL) di mana ANTM sebagai pemilik bahan baku. Dalam Joint Venture (JV) ini Antam mengempit 51% saham dan sisanya 49% dimiliki CBL ataupun LG.
Setelah dari hulu, akan masuk ke smelter baik itu yang menggunakan teknologi RKAF ataupun HPAL untuk mengolah bahan baku menjadi produk turunan seperti katoda dan prekursor. Di dalam JV ini, komposisi sahamnya 40% dimiliki Antam dan IBC, sisanya 60% dimiliki baik itu oleh CATL, CBL, maupun LG.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News