kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Antisipasi kelangkaan BBM, BPH Migas usulkan kenaikan harga bbm subsidi


Selasa, 05 Juli 2011 / 16:23 WIB
Antisipasi kelangkaan BBM, BPH Migas usulkan kenaikan harga bbm subsidi
ILUSTRASI. Masih cukup terjangkau, berikut harga sepeda balap Element Roadbike FRC 51


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi semakin melambung. Bahkan, beberapa daerah terjadi kelangkaan BBM sehingga mengakibatkan antrean panjang di sejumlah pom bensin.

Disparitas harga menjadi salah satu penyebab kelangkaan BBM subsidi sebab banyak pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan kegiatan penyelewengan BBM subsidi.

BBM subsidi banyak yang dijual ke industri dan dijual secara eceran dengan harga lebih tinggi. Caranya, penyalahgunaan BBM subsidi ini dengan memperbesar kapasitas tangki bensin dari 20 liter menjadi 50-100 liter. Sementara pedagang eceran, melakukan pembelian BBM di SPBU berulang kali.

Solusinya, menurut Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Adi Subagyo adalah dengan menaikkan harga untuk memperkecil disparitas harga. "Kemudian untuk menangani disparitas harga, kita tergantung pada dua sisi, yaitu harga keekonomian dan keputusan pemerintah," ujar Adi Subagyo, Selasa (5/7).

Untuk harga keekonomian, kata Adi, Indonesia memang tidak bisa mengontrolnya karena mengikuti harga minyak mentah dunia. Sehingga untuk memperkecil disparitas ini, keputusan ada dalam kontrol pemerintah. “Pemerintah mau tidak menaikkan harga untuk mengurangi disparitas,” kata dia.

Menurut Adi, antrean panjang di SPBU tersebut sebenarnya bukan karena langkanya BBM. Secara pasokan, Pertamina masih mempunyai stok yang cukup untuk dipasok ke masyarakat. Namun, terjadi penggunaan BBM berlebihan dan pertumbuhan kendaraan yang mencapai 22%. “Selain itu, masyarakat panik karena melihat antrean di SPBU, jadi ikut membeli dalam jumlah besar,” jelas dia.

Dia juga menyebutkan, minimnya infrastruktur Pertamina juga menjadi penyebab antrean panjang di SPBU. Alasannya, pengiriman BBM oleh perusahaan minyak pelat merah itu masih sangat tergantung oleh kondisi cuaca.

Depot milik Pertamina kebanyakan memang berlokasi di dekat sungai sehingga transportasi utamanya adalah kapal tangki. Namun, pengiriman akan terkendala jika air sungai surut dan kapal Pertamina sulit masuk depot. Pengiriman yang bisa dilakukan dalam 2 hari bisa molor menjadi 4 hari.

Untuk itu, dia menyarankan, agar Pertamina segera melakukan perbaikan infrastruktur dengan memindahkan depot dan mengganti kapal tangki ukuran besar menjadi ukuran kecil. “Tetapi biaya operasi dengan kapal kecil lebih tinggi karena harus bolak-balik mengangkutnya,” kata dia.

BPH Migas, kata dia, juga akan kerja keras untuk mengatasi kelangkaan ini. Pihak BPH akan terus menindak pelaku penyalahgunaan BBM subsidi. Dia mengakui, pihaknya tidak bisa menjalankan pengawasan ini sendirian. Untuk itu, BPH bekerja sama dengan kepolisian, dan pemerintah daerah. Selain itu, menurut Adi, perlu juga kerja sama dengan TNI dan bea cukai untuk mengatasi penyelundupan ke luar negeri.

Dengan pemerintah daerah, BPH telah membuat nota kesepahaman dalam hal pengendalian konsumsi BBM subsidi. Beberapa daerah yang telah membuat kesepakatan adalah Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Fakfak, dan Mamuju. Bentuk kontrol dari pemda, bisa berbentuk aturan yang membatasi jumlah volume BBM untuk kendaraan tertentu. “Volume BBM yang didistribusikan cukup tapi tidak berlebihan,” kata dia.

Terkait rencana Pertamina untuk melepas stok BBM agar kelangkaan bisa teratasi, Adi menyatakan dukungannya. Dalam kondisi saat ini banyak terjadi kekosongan BBM, tindakan Pertamina sudah tepat. Meski demikian, perusahaan minyak nasional itu perlu mengontrol besaran volume BBM tambahan yang didistribusikan. Pasalnya, konsumsi BBM subsidi saat ini sudah 5% di atas kuota APBN.

Pembatasan BBM subsidi juga bisa menjadi opsi dalam mengendalikan konsumsi. Adi menyatakan, pembatasan bisa dilakukan melalui pemerintah daerah dengan menggunakan peraturan daerah. “Kalau pemerintah pusat tidak berani, kita gerakkan melalui pemerintah daerah,” kata dia.

Dengan mengatasi berbagai kendala tersebut, menurut dia, saat puasa dan Lebaran nanti pasokan BBM sudah bisa kembali normal. Apalagi, BPH Migas sudah mengajukan tambahan kuota dari 38,5 juta kiloliter menjadi 40,4 juta kiloliter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×