Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Pemerintah dengan melakukan pemisahan platform social commerce dan e-commerce diapresiasi oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Ini dinilai Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani karena dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat (level playing field), melindungi UMKM dengan menjadikan produk dalam negeri berdaya saing, dan melindungi data pribadi konsumen.
Untuk diketahui, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah disahkan dan diubah menjadi peraturan Menteri Perdagangan No 31 Tahun 2023.
“Penerapan persaingan usaha yang sehat, adil, dan tanpa keberpihakan diperlukan. Model bisnis e-commerce telah banyak berevolusi dan berdampak pada kelangsungan UMKM, karena itu pengaturan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kualitas pertumbuhan dan iklim industri e-commerce tetap dapat memberikan peluang bagi UMKM Indonesia untuk berusaha dan berkembang serta melayani kebutuhan konsumen dengan baik,” ungkap Shinta dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Kamis (28/09).
Baca Juga: Mendag Ancam Cabut Izin Sosial Commerce yang Tetap Jalankan Transaksi Jual-Beli
Lebih lanjut, Wakil Ketua Bidang Digital APINDO, Tirza Reinata Munusamy, mengatakan seperti halnya perdagangan offline, pemisahan model bisnis marketplace dan produsen serta media sosial dan e-commerce akan memastikan tidak ada platform yang menguasai rantai perdagangan online dari hulu ke hilir.
“Sehingga meminimalisir potensi praktik monopoli dan praktik persaingan tidak sehat. Dengan dilarangnya social commerce untuk bertransaksi, maka hal ini juga dapat menjaga kedaulatan data pribadi warga negara Indonesia sebagai konsumen,” ungkap Tirza.
Ia juga memaparkan, aktivitas dalam mempengaruhi permintaan dan penawaran melalui beragam platform merupakan bentuk anti persaingan. Perilaku manipulasi pasar tersebut telah dikategorikan ilegal pada pasar komoditas dan keuangan, sehingga APINDO mendorong adanya perbaikan dalam pasar ritel.
Menurutnya pula, kebijakan pemerintah sudah tepat dengan menerapkan persyaratan perizinan standarisasi pada penjual luar negeri serta ambang batas harga minimum USD 100 pada marketplace crossborder.
Sehingga, di satu sisi produk UMKM di bawah tetap dapat bersaing dan di sisi lain produk impor yang dijual keamanan dan kualitasnya tetap terjamin.
APINDO ungkap dia juga mendorong Pemerintah untuk mengkaji secara berkala terkait logika harga jual dan logika pasar domestik dan internasional juga diperlukan untuk menghindari illegality dan praktik dumping.
Baca Juga: Ancaman Bagi Tiktok Indonesia Bila Tak Segera Memisahkan Diri dengan Tiktok Shop
“Pemerintah juga diharapkan dapat melihat negara-negara produsen yang sudah dan sedang menerapkan insentif dari sisi suku bunga serta komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu dari aturan yang sudah ada, termasuk mengkaji mekanisme algoritma, data, dan transparansi demi persaingan usaha sehat,” jelasnya.
Shinta disisi lain mengatakan e-commerce merupakan bagian dari digitalisasi yang terjadi dengan cepat di Indonesia. Terkait hal itu, ia mendorong agar pemerintah melakukan langkah terkoordinasi, dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Investasi untuk melindungi konsumen dan mendorong pedagang, terutama UKM, agar selalu kompetitif sehingga dapat memajukan hubungan perdagangan dan investasi Indonesia.
”Kita semua, Pemerintah dan sektor swasta, perlu melakukan akselerasi transformasi digitalisasi industri dalam rangka menguatkan pasar dan produk domestik agar berdaya saing. Terkait penguatan UMKM dari segi kompetitif, kapasitas dan perkembangan, APINDO secara berkala melaksanakan pelatihan dibawah program UMKM Merdeka dan kami mengajak UMKM untuk turut berpartisipasi,” tutup Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News