Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
Sejauh ini, dari 621 sertifikat ISPO yang diterbitkan, baru 14 sertifikat yang diterima oleh koperasi pekebun plasma dan swadaya. Luas lahannya sebesar 12.270 hektare, atau 0,21% dari luas kebun rakyat 5,8 juta ha. Sertifikat tersebut pun diterima oleh BUMDES dan 6 Koperasi Swadaya.
Sementara, ada 557 sertifikat yang sudah diterima perusahaan swasta dan luas areal 5,25 juta ha, berikutnya PT Perkebunan Nusantara sebanyak 50 sertifikat dengan luas areal 286.590 ha.
"Ini mencengangkan sekali bahwa sertifikasi ISPO dikalangan korporasi baik swasta dan BUMN, sangat sukses namun tidak demikian untuk pekebun yang baru 0,21 %. Dan dari 5,8 Juta ha lahan sawit yang dikelola petani tersebut tidak satupun Petani Perorangan yang sudah memiliki Sertifikat ISPO. Ini menjadi parameter yang sangat terukur bahwa ada kendala dikalangan Pekebun," kata Gulat.
Baca Juga: Pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) efektif sejahterahkan petani sawit
Dia menambahkan, penyelesaian permasalahan petani menjadi penting supaya tidak menimbulkan dampak sistemik kepada petani sawit Indonesia. Menurut dia, bila hasil panen dari 5,7 juta ha petani yang belum disertifikasi ISPO tidak dibeli oleh pabrik kelapa sawit (PKS), maka hasil produksi petani yang dalam setahun bisa mencapai puluhan juta ton tandan buah segar (TBS) bisa terbuang sia-sia.
Lebih lanjut, dia juga mengatakan, pendanaan untuk mengurus sertifikasi ISPO juga menjadi kendala. Tetapi, hal tersebut bukan kendala utama. Dia mengatakan, bila permasalahan yang dihadapi petani bisa terselesaikan, maka petani pun akan berupaya untuk mencari dana untuk sertifikasi baik dengan bermitra dengan PKS atau bekerja sama dengan perbankan.
Dalam Perpres 44/2020 tersebut disebutkan bahwa pendanaan sertifikasi ISPO yang diajukan pekebun pun dapat bersumber dari APBN, APBD hingga sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendanaan tersebut disalurkan melalui kelompok pekebun, gabungan kelompok pekebun atau koperasi dan dapat diberikan selama masa sertifikasi ISPO awal.
Baca Juga: Mahkota Grup (MGRO) bisa kantongi cuan hasil menyulap limbah sawit jadi listrik
Meski begitu, Gulat berpendapat penyediaan dana melalui Dana APBN atau APBD tidak akan membantu banyak terhadap pekebun untuk mengikuti sertifikasi ISPO karena masalah utama tak terletak di dana.
"Apalagi dengan dana APBD, kami pekebun tidak begitu yakin karena sama-sama diketahui bahwa Daerah-Daerah saat ini sangat ketat dalam penggunaan dana APBD-nya," tutur Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News