Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Industri mainan di Indonesia memiliki prospek positif. Hal ini diungkapkan oleh Sudarman Wijaya, Vice Chairman for Marketing Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI). "APMI memprediksi, tahun ini, pertumbuhan industri mainan bisa mencapai 10% dibanding tahun lalu," jelasnya.
Sudarman menjelaskan, industri mainan di Indonesia terbagi atas enam kategori, yakni mainan dari bulu atau beludru (soft toy), mainan dari logam (metal), mainan melengkung (inflatable), mainan edukasi dari kayu (wooden), mainan berbahan plastik (plastic injection toy), dan mainan elektronik komputer (computerize).
Saat ini, lanjut Sudarman, Indonesia hanya mengandalkan soft toy, metal, inflatable, dan wooden sebagai primadona ekspor dan lokal. Sementara, "Untuk mainan plastic injection toy dan computerize, Indonesia masih harus mengimpor dari luar negeri," jelasnya. Negara pengimpor mainan tersebut antara lain Hongkong, Taiwan, dan China.
Ada beberapa hambatan yang dialami pengusaha mainan tanah air terkait hal itu. Misalnya saja, keterbatasan modal, industri pendukung, serta sumber daya manusia.
Sudarman menilai, serbuan mainan impor untuk kategori plastic injection dan computerize cukup disayangkan mengingat tingginya permintaan dari pasar lokal. Apalagi, sejumlah importir menghalalkan berbagai cara untuk mengisi ceruk pasar ini yang menyebabkan banyaknya produk dengan kualitas rendah dan berbahaya bagi kesehatan anak di pasar.
Itu sebabnya, APMI mendesak pemerintah untuk segera menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) di industri mainan. "Saat ini SNI masih dalam proses. Kami harap bisa cepat selesai," imbuhnya. Dengan adanya SNI tersebut, Sudarman berharap serbuan mainan impor bisa terbendung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News