Reporter: Gloria Haraito |
JAKARTA. Setelah lama bergulat di bisnis kertas dan bubur kertas, Asia Pulp & Paper Co Ltd menjajal bisnis kredit karbon. APP akan menjadikan lahan gambut di semenanjung Kampar, Riau sebagai lokasi pencadangan karbon. Dalam proyek ini, APP menggelontorkan investasi sebesar US$ 140.000. Sebagai pelaksana, APP telah menunjuk konsultan Carbon Conservation.
Proyek ini dilakukan di lahan pemasok APP, PT Putra Riau Perkasa yang seluas 15.000 hektare (ha). Sebagai wilayah pencadangan karbon, maka kayu dan lahan di sini tak akan ditebang. Sebaliknya, di bawah tanah wilayah itu ditarksir terdapat cadangan karbon yang jumlahnya mencapai jutaan ton yang berpotensi menghasilkan kredit karbon bila diolah.
"Kami melihat, pencadangan karbon di Kampar ini sebagai salah satu cara menyelamatkan lingkungan, bukan bisnis semata," ujar Aida Greenbury McLean, Direktur Pengelola APP di Jakarta, Senin (4/10).
Aida mengelak bahwa usaha ini untuk membuat Greenpeace bungkam setelah selama ini sibuk menuduh APP melakukan pengrusakan hutan di Kampar. Menurut Aida, perusahaan sudah melakukan persiapan proyek ini sejak dua tahun silam. Lagipula, perusahaan tidak begitu mempedulikan LSM yang hanya protes namun tak berbuat aksi nyata menyelamatkan hutan.
Tiga tahap
Dorjee Sun, Presiden Direktur Carbon Coservation Australia dan Singapura menjelaskan, untuk mengerjakan proyek pencadangan karbon di Kampar, dibutuhkan investasi total sebesar US$ 1-2 juta. Untuk itu, selain menggandeng APP, Carbon Conservation juga menjaring investor dari Eropa.
"Saat ini sudah ada bank dan lembaga pembiayaan yang termasuk dalam tiga besar dunia yang sudah tertarik menjadi investor," kata Dorjee.
Untuk bisa diperdagangkan, proyek ini harus melalui tiga tahap. Untuk tahun pertama, APP dan Carbon Conservation akan melakukan penaksiran terhadap kandungan karbon di bawah tanah dan harganya. Saat ini harga karbon bisa berkisar US$ 5-13 per ton. Namun, kandungan karbon dan harga karbon di Kampar baru akan ketahuan enam sampai sembilan bulan mendatang.
Setelah proses penaksiran, APP dan Carbon Conservation akan melakukan verifikasi ke REDD-Plus di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk memperoleh kredit karbon. Setelah itu, barulah kredit karbon bisa diperjualbelikan tiga tahun mendatang. Karena kandungan karbon belum diketahui, APP dan Carbon Conservation juga belum bisa memprediksi potensi pendapatan yang bisa diperoleh dari jual beli karbon di Kampar.
Yang jelas, Aida memastikan, duit dari perdagangan kredit karbon ini tak akan masuk ke kantong perusahaan. "Kami akan kembalikan lagi pada masyarakat sekitar untuk menata ulang hutan agar menghasilkan pendapatan namun tetap terpelihara," tutur Aida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News