Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Industri ritel masih tertekan sejak beberapa tahun terakhir karena ekonomi melambat dan pergeseran daya beli masyarakat serta faktor lainnya. Menurut data Asoasiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sejak tahun 2012-2013, kondisi industri ritel grafiknya terus mengalami penurunan.
Namun kondisi di tahun ini tantangannya jauh lebih berat. Pada semester I 2017 industri ritel hanya mengalami pertumbuhan 3,7% sedangkan tahun sebelumnya masih di atas 10%.
Roy N Mandey, Ketua Umum Aprindo mengatakan, tahun ini pertumbuhan ritel lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumya. Sebagai gambaran, pada kuartal I 2016 industri ritel masih mengalami pertumbuhan sebesar 11,3% sedangkan kuartal I 2017 hanya 3,9%. Hal ini juga tercermin pada data pertumbuhan di kuartal II 2016 yang pertumbuhan 9,2%, sementara di kuartal II tahun ini hanya 3,7%.
“Modern ritel tumbuh 4,8% sedangkan traditional trade tumbuh 2,9%. Dari data tersebut modern ritel jenis supermarket dan hypermarket tumbuh hanya 0,4% dan minimarket tumbuh 7%. Jadi ini masih tumbuh tetapi melambat atau pelan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (13/9).
Menurutnya saat ini ada lima format gerai yang dinaungi Aprindo, yakni minimarket, supermarket, hypermarket, departement store dan grosir. Dengan data tersebut, dirinya menyatakan tentunya sudah ada format gerai berkurang, namun dirinya tidak mau membeberkan format gerai mana yang terdampak paling dalam. Ritel di Sumatera Utara dan Jabodetabek mengalami penurunan penjualan sebesar 1,5%.
Kendati demikian, dirinya meyakini pada semester II tahun ini para peritel akan mengejar ketertinggalan diparuh pertama. Harapannya, capaian tahun ini akan bisa menyamai capaian pada tahun lalu dengan pertumbuhan di level 8%-9%. Hal itu bisa saja terjadi sebab pemerintah menekan harga energi sehingga orang lebih leluasa membelanjakan uangnya. BI rate juga mengalami penurunan dan tentu saja iklim investasi terus digenjot melalui kemudahan berusaha.
“Saya harap 8%-9% walaupun pada kenyataannya akan 6%-7% atau real-nya sekitar 7,5%,” lanjutnya.
Menurutnya, tantangan ritel tahun ini lebih berat sebab saat ini Indonesia dikaruniai oleh banyaknya usia produktif. Namun hal tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan income atau upah yang didapatkan sehingga tidak signifikan mendongkrak daya beli, lain dari itu kelas menengah juga cenderung menahan spendingnya karena belum stabilnya situasi politik dan tentu saja adanya pergeseran daya beli ke arah travel dan lifestyle.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News