Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Agung Jatmiko
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) meminta rencana pemerintah yang mewajibkan penggunaan tepung sagu sebesar 10% untuk industri makanan berbahan dasar tepung terigu memperhatikan keberlanjutan pasokan sagu.
Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang mengatakan, keberlanjutan pasokan sagu ini pun harus melihat dari sisi aspek lingkungan. Apalagi, dibutuhkan pasokan sagu yang cukup besar bila kebijakan ini diterapkan.
Menurut pria yang kerap disapa Franky ini, produksi tepung terigu dalam setahun bisa mencapai 6,2 juta ton. Bila penggunaan tepung sagu 10% maka dibutuhkan tepung sagu sekitar 600.000 ton.
"Ini bukan jumlah yang sedikit. Sekali babat berapa besar yang bisa dihasilkan, Berapa lama pergantian pohon sagu, dan bagaimana masa tanam. Jadi sustainabilitynya harus diperhatikan dan dihitung," ujar Franky kepada Kontan.co.id, Kamis (9/8).
Franky mengatakan, sebelumnya sudah ada usulan untuk mengembangkan industri tepung berbasis tanaman lokal seperti singkong juga sorgum untuk menggantikan gandum. Namun, sampai saat ini rencana tersebut tak terealisasi.
Tak hanya dari sisi keberlanjutan, Franky pun mengatakan penggunaan ini harus dilihat dari sisi ekonominya. Menurutnya, penggunaan tepung sagu pun harus bisa lebih murah dibandingkan gandum.
Penggunaan tepung sagu pun tak bisa diterapkan untuk seluruh produk makanan berbagan dasar tepung terigu. Misalnya untuk roti, tepung sagu sulit untuk digunakan karena hanya gandum yang memiliki kandungan gluten.
Sementara itu, tahun ini diperkirakan produksi tepung terigu akan meningkat 5% menjadi 6,5 juta ton. Impor gandum untuk tepung terigu pun akan mencapai 8 juta ton hingga 8,5 juta ton.
"Tetapi saat ini kan harga dolar juga sedang meningkat. Jadi untuk jumlah impor gandum kita harus melihat realisasi di kuartal III-2018," tandas Franky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News