kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APTRI: Sumber dana BPDP tebu seharusnya dari importir


Senin, 19 Februari 2018 / 16:53 WIB
APTRI: Sumber dana BPDP tebu seharusnya dari importir
ILUSTRASI. PETANI TEBU


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan sumber dana yang dikutip Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) komoditas tebu, harus jelas.

Hal itu disampaikan sebagai tanggapan atas adanya usulan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) tebu. Seperti diketahui, baru-baru ini, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mengusulkan pembentukan BPDP, salah satunya komoditas tebu.

Soemitro menyebut, apabila dilakukan pembentukan BPDP, maka sumber dana yang dikutip harus jelas. “Kalau dikutip dari pihak processing atau petani kami tidak setuju, karena sampai sekarang petani masih membutuhkan dana,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).

Menurut Soemitro, pungutan dana seharusnya diambil dari para importir. Pasalnya, tidak seperti kelapa sawit, gula produksi Indonesia belum diekspor. Sementara, importir mendapatkan keuntungan yang lebih besar, karena harga gula impor jauh lebih murah dibandingkan harga gula dalam negeri.

“Yang untung saat ini adalah importir gula, padahal impor ini tidak memberikan keuntungan bagi tebu, baik dari hulu hingga hilir,” kata Soemitro. Dia menambahkan, saat ini, petani tebu sulit menjual gula hasil produksi, lantaran harga yang tidak bisa bersaing dengan gula impor.

Lanjut Soemitro, apabila nantinya BPDP tebu diadakan, dana tersebut harus dikelola dengan transparan oleh lembaga yang profesional serta diawasi ketat. Menurutnya, apabila badan ini dikelola oleh orang-orang yang tidak profesional maka akan muncul kecurangan-kecurangan lain.

Dia juga berharap, dana yang terkumpul dapat ditujukan untuk revitalisasi kebun rakyat serta pabrik-pabrik gula. Hingga saat ini, pabrik gula di Indonesia sudah berumur tua dan belum efisien, sehingga menghasilkan gula dengan jumlah yang kecil. Sementara, petani membutuhkan bibit serta sarana dan prasarana untuk bisa meningkatkan produksi tebu.

“Yang kami khawatirkan apabila nanti BPDP ini ada, maka pemerintah bisa seenaknya menetapkan aturan yang merugikan petani,” imbuh Soemitro.

Menurutnya, saat ini yang paling mendesak dilakukan adalah memperbaiki regulasi terkait tata niaga gula. Kata Soemitro, harga gula seharusnya tidak dipatok melalui Harga Eceran Tertinggi (HET) serta harus diatur sesuai dengan harga produksi serta mekanisme pasar. Dia  meminta larangan pedagang yang tidak bisa menjual gula dalam bentuk curah segera dicabut. “Regulasi ini harus dicabut supaya ada keberpihakan kepada petani,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×