Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pendiri Medco Group Arifin Panigoro menyoroti skema kontrak bagi hasil gross split yang dinilai kurang mendorong iklim investasi.
Hal ini disampaikan Arifin pasca menghadiri sarasehan Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (APERMIGAS) ke-2 di Jakarta, Kamis (10/10). "Ini kan idenya untuk simplifikasi tapi realisasinya di lapangan kan unik," ujar Arifin.
Baca Juga: SKK Migas masih matangkan konsep clustering migas
Lebih jauh Arifin bilang transisi skema cost recovery ke skema gross split perlu dievaluasi. Evaluasi dirasa perlu sebab jika tidak ada langkah konkret, akan sulit untuk menarik minta investor. "Jika kita diam saja bagaimana orang tertarik, dibahas saja lagi sekarang yang ada seperti apa," jelas Arifin.
Asal tahu saja, Hingga saat ini, sebanyak 42 kontrak kerja sama minyak dan gas bumi telah menggunakan kontrak bentuk ini. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto bilang lima diantara kontrak tersebut merupakan amandemen dari skema cost recovery menjadi gross split.
Selain itu, beberapa kontrak lagi sedang dalam proses berubah menjadi gross split. Adapun, kontrak kerja sama bagi hasil gross split telah dua tahun diberlakukan oleh pemerintah.
Sementara itu, lima wilayah kerja (WK) migas yang telah berubah kontraknya menjadi gross split adalah WK East Sepinggan, Duyung, Lampung III, GMB Muralim dan Sebatik. “Mereka sebelumnya berkirim surat ke Pemerintah dan meminta pindah ke kontrak gross split,” ungkap Djoko.
Baca Juga: Neptune Energy caplok 20% PI Blok East Sepinggan dari Eni
Selain amandemen kontrak, sebanyak 16 WK migas baru juga menggunakan skema gross split dengan rincian 5 WK migas yang ditandatangani tahun 2017, 9 WK migas ditandatangani tahun 2018 dan pada tahun 2019 ini, telah ditandatangani 2 kontrak baru yaitu WK Anambas dan Selat Panjang.
Kementerian ESDM menyebut total komitmen kerja 16 WK mencapai US$ 252 juta dan total bonus tanda tangan US$ 25,5 juta. Kontrak lainnya yang menggunakan skema gross split adalah kontrak perpanjangan yang berjumlah 21 WK, dengan total komitmen US$ 1,9 miliar dan bonus tanda tangan US$ 877 juta.
Skema kontrak kerja sama gross split diklaim sebagai penanda era baru pengelolaan sektor migas Indonesia yang lebih baik dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor ini.
Pemerintah mengklaim, skema gross split memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan skema cost recovery. Pertama, skema gross split memberikan hasil keekonomian yang sama atau bahkan lebih baik dari skema cost recovery.
Baca Juga: Pertamina Group raih sembilan penghargaan Subroto Award 2019
Kedua, skema ini mempercepat tahapan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi, karena sistem pengadaan yang mandiri. Ketiga, skema gross split mendorong industri migas lebih kompetitif dan meningkatkan pengelolaan teknologi, SDM, sistem dan efisiensi biaya.
Keunggulan tersebut dimungkinkan karena skema gross split memiliki tiga prinsip utama yaitu certainty, simplicity dan efficiency.Prinsip certainty memberikan parameter insentif jelas dan terukur sesuai dengan karakter atau tingkat kesulitan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi.
Prinsip simplicity mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel sehingga sistem pengadaan (procurement) yang birokratis dan perdebatan yang terjadi selama ini menjadi berkurang.
Terakhir, prinsip efficiency mendorong para kontraktor migas dan industri penunjang migas untuk lebih efisien sehingga lebih mampu menghadapi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News