Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik kembali dihadapkan pada masalah penyaluran gas bumi dengan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, produksi industri keramik nasional mengalami kendala akibat gangguan suplai gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN), khususnya area Jawa Bagian Barat.
Gangguan suplai gas yang berlangsung sejak awal 2024 ini semakin menakutkan dan sudah dalam tahap mengancam kelangsungan hidup industri keramik usai beberapa kebijakan PGN yang bersifat merugikan.
Baca Juga: Saham PGN (PGAS) Ikut Ngegas Saat Laba Bersih Melejit 40,8% Jadi US$ 121,13 Juta
Asaki menyebut, mulai bulan Februari 2024 PGN memberlakukan kuota pemakaian gas alias Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dengan kisaran 60% sampai 70% dengan alasan terjadinya gangguan suplai di sektor hulu.
Sebagai konsekuensinya, industri keramik terpaksa harus membayar mahal gas mencapai US$ 15 per MMBTU. Ini karena para produsen keramik mesti mempertahankan utilisasi produksi serta menjaga komitmen penjualan keramik kepada para pelanggan baik di pasar domestik maupun ekspor.
"Akibatnya daya saing industri sangat terganggu dan industri keramik nasional kalah saing di pasar regional maupun internasional," ungkap Edy dalam keterangan tertulis, Rabu (1/4).
Baca Juga: PGAS Akan Bentuk Entitas Khusus Jalankan Perdagangan LNG Lintas Negara
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, PGN pada saat yang bersamaan mengeluarkan kebijakan pembatasan pemakaian gas dengan sistem kuota harian. Kebijakan tersebut membuat industri keramik kesulitan untuk mengatur produksi harian, bahkan terpaksa harus mulai mengurangi beberapa lini produksi.
Asaki sendiri telah melaporkan kepada Kementerian ESDM atas kedua kebijakan tersebut dengan harapan dapat segera mendapat solusi. Namun, PGN disebut kembali mengeluarkan kebijakan baru berupa ancaman pemutusan atau pemberhentian suplai gas sementara kepada pelaku industri jika terbukti menggunakan gas di atas ketentuan AGIT dan Kuota Harian.
"Kebijakan tersebut sangat disayangkan karena telah mengancam kelangsungan hidup industri dan sangat tidak adil, karena sudah seharusnya tanggung jawab PGN adalah memenuhi kebutuhan gas pelanggan sesuai isi Kepmen ESDM No.91/K/Tahun 2023 yang merupakan kelanjutan dari Perpres No. 121 Tahun 2020," terang Edy.
Baca Juga: Risiko Ekonomi Meningkat, Pemerintah Diminta Hati-Hati Kelola Anggaran
Lantas, Asaki memohon perhatian serius dari pemerintah dalam hal ini adalah Presiden dan Menteri ESDM untuk memberikan solusi terhadap gangguan suplai gas untuk industri keramik.
Apalagi, pasca kebijakan HGBT pada 2020 industri keramik nasional telah memasuki zona ekspansif dan berhasil menarik masuk investor-investor asing atau para pemain sanitary ware papan atas dunia yang juga telah selesai merampungkan investasinya.
Lebih lanjut, iklim Investasi di Indonesia menjadi terganggu akibat kebijakan-kebijakan PGN tersebut.
Baca Juga: Kemenperin Siapkan Antisipasi Dampak Situasi Geopolitik Dunia Bagi Sektor Industri
Asaki telah menerima keluhan dan kekecewaan dari salah satu produsen sanitary ware terbesar di dunia yang telah membangun fasilitas produksi di Indonesia untuk melengkapi 70-an pabriknya yang tersebar di seluruh dunia.
"Bahkan, mereka mengancam akan mengalihkan investasi barunya ke India dan Vietnam," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News