Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) merevisi target pemanfaatan kapasitas produksi industri keramik pada tahun ini. Padahal, tingkat utilisasi industri keramik sempat naik cukup signifikan pada kuartal I-2025.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto memberikan gambaran, tingkat utilisasi industri keramik nasional mencapai 75% dalam tiga bulan pertama 2025. Meningkat 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang kala itu hanya menyentuh 60%.
Tingkat utilisasi kuartal I-2025 juga lebih tinggi ketimbang rata-rata tahun 2024 yang berada di level 65%. Edy menjelaskan, kenaikan utilisasi industri keramik nasional pada awal 2025 terdorong oleh sejumlah faktor, terutama dukungan dari kebijakan pemerintah.
Mulai dari implementasi kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, hingga perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). "Ketiga kebijakan tersebut menjadi katalis positif. Tingkat utilisasi produksi keramik nasional mulai menunjukkan tren positif," terang Edy kepada Kontan.co.id, Senin (12/5).
Baca Juga: Asaki Sambut Positif Perpanjangan HGBT, Investasi Rp 4 Triliun Siap Digelontorkan
Dengan tren positif ini, Asaki pun awalnya optimistis tingkat utilisasi produksi keramik nasional pada 2025 bisa menyentuh level 85%, seperti yang telah dicanangkan pada awal tahun ini. Tetapi, industri keramik nasional saat ini sedang berhadapan dengan sejumlah tantangan.
Tantangan utama datang dari gangguan pasokan gas yang disertai dengan mahalnya biaya tambahan (surcharge) gas. Edy menyoroti realisasi perpanjangan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yang tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025.
Dalam beleid yang terbit pada akhir bulan Februari 2025 itu, kebijakan HGBT berlaku untuk tujuh sektor industri, salah satunya adalah industri keramik. Harga gas bumi sebagai bahan bakar dipatok sebesar US$ 7 per million british thermal unit (MMBTU), sedangkan harga gas untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU.
Edy bilang, persentase Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) mengalami penurunan, yang berdampak pada tingkat utilisasi produksi keramik. Merujuk data Asaki, persentase besaran AGIT menurun pada bulan April, baik di wilayah Jawa bagian barat maupun Jawa bagian timur.
Baca Juga: Kebijakan HGBT Diperpanjang, Industri Keramik RI Bakal Makin Ekspansif
Di Jawa bagian barat, persentase AGIT pada bulan Februari, Maret dan April masing-masing sebesar 73%, 77% dan 65%. Pada periode yang sama, persentase AGIT di Jawa bagian timur adalah 58%, 61% dan 49%.
Menurut Edy, penurunan AGIT pada bulan April telah menggerus daya saing industri keramik nasional. Dia menggambarkan, pelaku industri harus berproduksi dengan rata-rata biaya gas sebesar US$ 8 per MMBTU, bahkan lebih.
"Artinya, kurang lebih 15% lebih mahal dari kebijakan HGBT. Sangat disayangkan, terlebih untuk Jawa bagian timur yang seharusnya tidak ada kendala tentang supply gas. Namun diinformasikan ada gangguan di hulu yang membutuhkan waktu perbaikan sampai dengan Oktober," ungkap Edy.
Faktor lain yang menjadi tantangan pelaku industri keramik adalah daya beli masyarakat, yang bisa menekan permintaan terhadap keramik. Asaki melihat mulai muncul indikasi daya beli yang melandai pasca lebaran Idulfitri.
Baca Juga: Industri Keramik Hadapi Tantangan Berat, Utilisasi Produksi Nasional Turun 66%
Mempertimbangkan kondisi tersebut, Asaki pun memangkas target utilisasi produksi keramik nasional dari 85% menjadi 70% - 75%. "Kami terpaksa merevisi target utilisasi produksi keramik nasional tahun 2025 ke angka yang lebih realistis," jelas Edy.
Edy berharap target utilisasi produksi keramik tahun ini bisa tercapai. Salah satu pendorongnya adalah program pemerintah terkait proyek perumahan rakyat tiga juta unit, yang diharapkan bisa segera bergulir pada semester II-2025.
Faktor lain yang bisa menopang kinerja industri keramik nasional adalah kemampuan untuk mensubstitusi produk keramik impor dari China pasca kebijakan BMAD. "Industri keramik nasional mulai mengisi pasar menengah atas," tandas Edy.
Baca Juga: Hadapi Tekanan Biaya & Ancaman Impor, ARNA Siap Ekspansi Pabrik & Andalkan Efisiensi
Selanjutnya: Saham Berjangka AS Melonjak Seiring Redanya Ketegangan Perdagangan AS-China
Menarik Dibaca: Apakah Penderita Asam Lambung Boleh Minum Air Es
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News