Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah menunda rencana kenaikan tarif royalti bagi izin usaha pertambangan (IUP). Gabungan pengusaha ini ingin lebih dilibatkan sehingga bisa memberikan masukan bagi pemerintah terkait kebijakan di sektor pertambangan.
Pandu Syahrir, Ketua Umum APBI mengatakan, rencana pemerintah mendongkrak penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lewat kenaikan tarif royalti batubara justru bisa menjadi bumerang. "Harga sedang turun, kalau kenaikan royalti dilakukan efeknya justru negatif dan makin banyak perusahaan yang mati, lalu logikanya kenapa dinaikkan," kata dia, pekan lalu.
Asal tahu saja, pemerintah berencana merevisi PP Nomor 9/2012 untuk menaikkan tarif royalti batubara. Yakni, dari 3% menjadi 7% untuk kalori rendah, dari 5% menjadi 9% untuk kalori sedang, serta 7% dinaikkan jadi 13,5% untuk kalori tinggi.
Kenaikan royalti tidak tepat dilakukan saat ini lantaran harga jual batubara sedang menurun. Oleh karena itu, untuk menolak rencana pemerintah APBI akan memperbanyak seminar-seminar yang dapat menampilkan data dan analisa industri batubara. "Kami lebih ingin diskusi dengan pemerintah, harus ada data dan analisa untuk naikkan royalti," kata Pandu.
Sujatmiko, Direktur Program dan Pembinaan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, kenaikan royalti dilakukan untuk menggenjot penerimaan negara di sektor tambang sebesar Rp 52,2 triliun pada tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah tetap berencana memberlakukan tarif tersebut pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News