Reporter: Agung Hidayat | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) mencatat kebutuhan alat kesehatan (alkes) di Indonesia bertumbuh pesat. Hanya saja, permintaan tersebut masih dipenuhi oleh produk impor.
Ahyahudin Sodri, Manajer Eksekutif Aspaki membeberkan prediksi nilai industri ini di 2018 dapat mencapai US$ 1 miliar. "Kemungkinan naik 10% dibandingkan 2017 kemarin," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (6/3).
Namun produk impor meraup porsi besar sekitar 92%. Sedangkan produsen alkes lokal, kata Ahyahudin, cuma mengambil ceruk sekitar 8%.
Aspaki berharap kondisi ini bisa dibenahi dengan meningkatkan kemampuan dan kapasitas industri lokal yang ada saat ini. Menurut Ahyahudin, industri lokal harus mempunyai penunjang mesin produk dan SDM yang baik, kesemua itu dapat terjadi dengan melakukan berbagai inovasi.
"Sebab Indonesia ini secara tradisi bukan berbasis industri, ini yang jadi tantangan, kenapa laju pertumbuhannya seakan tertahan, ini yang harus coba diatasi. Kami sedang mencoba mensinergikan bagaimana caranya agar industri alkes bisa terkoneksi dengan industri yang lain," urai Ahyahudin.
Ahyahudin mencontohkan, misalnya komponen mekanik atau kerangka plastik untuk keperluan alkes dapat diperoleh dari industri dalam negeri yang sudah eksisting memproduksi material yang mirip. Hal inilah yang diharapkan Aspaki dapat menjadi sinergisitas industri.
Sampai saat ini, secara nilai, kebutuhan alkes di Indonesia didominasi oleh jenis high tech seperti CT Scan.
Menurut Ahyahudin, untuk CT Scan saja porsinya terhadap permintaan nasional tiap tahun bisa mencapai 21%.
Dengan harga rata-rata per unitnya mencapai Rp 8 miliar, CT Scan masih didapat dengan impor dari Amerika Serikat, Eropa ataupun Jepang.
"Oleh karena itu kami fokuskan produksi ke jenis medium tech dulu seperti mesin anastesi, USG atau patient monitor di ICU sudah diproduksi dalam negeri," pungkas Ahyahudin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













